Jumat, 25 Desember 2009

PESANTREN DAN WAWASAN KEBANGSAAN


PESANTREN DAN WAWASAN KEBANGSAAN
Oleh: Abu Masykur Hakim
Pesantren sebagai salah satu sarana dalam mendakwahkan Islam dan sebagai lembaga pendidikan Islam non formal dalam kiprahnya telah mewarnai sejarah perjuangan bangsa Indonesia hingga kini masih eksis. Pesantren merupakan benteng terakhir bagi pertahanan bangsa ini, karena dari pesantrenlah lahirlah para 'ulama sebagai pendukung dan pengontrol jalannya pemerintahan. Tidak adanya 'ulama tentu negara ini secara moral akan hancur. Oleh karena itu, pesantren merupakan aset bangsa yang sangat berharga.
Dapat dikatakan bahwa pesantren memiliki dua misi, yaitu misi pendidikani (mission of education) dan misi sosial (mission of social). Misi pendidikan adalah misi yang mengedepankan pentingnya pendidikan karena setiap muslim baik itu laki-laki maupun perempuan diwajibkan untuk menuntut ilmu dimulai dari dalam kandungan hingga liang lahat atau yang dikenal dengan sebutan "Pendidikan seumur hidup" (Long life of education). Sedangkan misi sosial adalah misi yang mengedepankan pentingnya menjaga kemaslahatan umat karena agama Islam sebagai rahmatan lil 'alamin.
Dari pemaparan di atas maka jelaslah bahwa pesantren merupakan aset yang sangat berharga bagi bangsa ini. Oleh karena itu pentinglah wawasan kebangsaan disosialisasikan atau bahkan dijadikan kurikulum pesantren (bagi pesantren yang sudah siap menerima hal ini) agar kalangan pesantren dapat memahami tentang wawasan kebangsaan dan tidak sekedar mengetahui tentang wajibnya membela negara saja karena wawasan kebangsaan meliputi beberapa aspek, di antaranya adalah pancasilaisme dan kebhineka Tunggal Ika-an.
Bagi kalangan pesantren sendiri memperjuangkan bangsa dari keterjajahan adalah suatu kewajiban karena merupakan salah satu bagian dari iman (hubbul wathan min al-iman). Oleh karena itu, tidak heran jika perjuangan bangsa ini tidak terlepas dari peran serta kalangan pesantren.
Kalau dilihat dari peran sertanya, kalangan pesantren sangat partisifatif dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dari sekian tokoh-tokoh founding father (bapak pendiri) bangsa kita tidak sedikit dari kalangan pesantren, seperti K.H. Hasyim Asy'ari, K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Wahab Hasbullah, K.H. Abdullah Abbas, dan masih banyak lagi.
Beliau-beliau (para kyai) tersebut selain menekankan pada pentingnya mendalami ilmu agama sebagai modal dalam mendakwahkan Islam juga menekankan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan, cinta tanah air, dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Asal-usul Pesantren
Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah "tempat belajar santri", sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu. Di samping itu, kata "pondok" berasal dari bahasa Arab "funduq" yang berarti hotel atau asrama.
Asal-usul kelahiran pesantren sangatlah sederhana. Awalnya, seorang faqieh (sebutan pakar yurisprudensi Islam,fiqh) setelah melahap tumpukkan kitab di berbagai pesantren, bahkan terkadang sampai di Timur Tengah, datang ke suatu kampung. Mula-mula dia mendirikan mushala, langgar, atau surau untuk menampung masyarakat untuk shalat berjama'ah. Kemudian di situ juga pengajian keagamaan dilaksanakan. Dengan kepiawaian dan kealiman seorang faqih semakin hari semakin tersebar sehingga orang-orang yang mengikuti pengajian yang tadinya sedikit semakin bertambah, baik dari penduduk desanya sendiri maupun dari luar desa lain.
Semangat para jama'ah yang begitu tinggi, terutama dari kalangan anak-anak dan anak muda, mendorong mereka untuk tetap berada dan tinggal disamping sang faqih agar dapat mewarisi ilmu darinya secara lebih intensif. Kondisi ini mengharuskan mereka berdomisili dekat sang faqih (yang selanjutnya dipanggil kyai). Karena daya tampung rumah kyai sangat terbatas, para santri bersama wali santri akhirnya saling bergotong royong dan bahu-membahu mendirikan asrama (kamar,bilik). Dalam bangunan baru ini, para santri tidak hanya belajar ilmu agama saja, tetapi juga membentuk komunitas masyarakat. Dari kehidupan yang sederhana inilah yang akan membentuk nilai-nilai moralitas yang baik, di antaranya adalah tulus-ikhlas, sabar, tawakal, tawdhu', jujur serta mandiri.
Pondok pesantren memiliki model-model pengajaran yang bersifat non klasikal, yaitu model sistem pendidikan dengan menggunakan metode pengajaran sorogan dan wetonan atau bendungan (menurut istilah dari Jawa Barat).
Lembaga yang sering disebut-sebut "tradisional" ini kini memasuki era globalisasi seiring kemajuan IPTEK yang mau tidak mau harus menerima kenyataan ini sehingga ada yang memasukkan unsur-unsur dari kemajuan IPTEK ke dalam pesantren dan ada yang tidak memasukkannya atau bahkan menolak unsur-unsur dari kemajuan IPTEK tersebut. Pesantren yang memasukkan unsur-unsur dari kemajuan IPTEK sekarang disebut dengan pesantren modern dan pesantren yang tidak memasukkan atau menolak unsur-unsur dari kemajuan IPTEK disebut dengan pesantren tradisional. Terlepas dari hal itu, yang terpenting adalah pesantren tetap eksis untuk ikut serta mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mengembangkan pentingnya wawasan kebangsaan.
Pesantren dan Ideologi Pancasila
Berbicara mengenai pesantren dan ideologi Pancasila, alangkah baiknya kita melihat aspek historis dari keduanya (pesantren dan Pancasila). Pesantren secara historis lahir dari peradaban Islam sedangkan Pancasila lahir dari peradaban Indonesia. Kedua peradaban tersebut tentu memiliki perbedaan, seperti halnya peradaban Islam yang lahir dalam peradaban Arab.
Pesantren lahir dari peradaban Islam artinya adalah adanya pesantren merupakan embrio dari pengembangan media dakwah Islam, yaitu bagaimana menyampaikan ajaran Islam kepada pemeluknya dengan cara yang bijaksana dan metode yang baik (bil hikmah dan mau'idhzah hasanah). Istilah pesantren hanya dikenal di Indonesia sedangkan di luar Indonesia tidak dikenal dengan sebutan pesantren atau dapat dikatakan bahwa pesantren adalah salah satu media dakwah dalam menyampaikan ajaran Islam dalam konteks ke-Indonesiaan.
Sedangkan Pancasila lahir dari peradaban Indonesia artinya Pancasila lahir dalam ruang sosio-kultural bangsa Indonesia yang diwariskan dan sudah melekat dalam jiwa bangsa Indonesia.
Gagasan tentang Pancasila sebenarnya sudah ada sejak zaman dahulu kala, namun baru disahkan menjadi ideologi bangsa Indonesia ketika zamannya Soekarno. Proses pengesahan Pancasila (pada zaman Soekarno) menjadi ideologi negara menimbulkan perdebatan yang cukup sengit.
Dari uraian di atas dapat kita pahami bahwa pesantren yang lahir dari peradaban Islam dan Pancasila yang lahir dari peradaban Indonesia dalam konteks sosio- kultural bangsa Indonesia selain memiliki perbedaan tentu juga memiliki kesamaan. Perbedaannya adalah pesantren lahir dari peradaban Islam, paling tidak masih mengandung unsur-unsur budaya Arab yang telah disesuaikan dengan ajaran Islam karena Islam pertama kali lahir dalam konteks sosio-kultural Arab sehingga budaya Indonesia sedikit kesulitan mendapatkan legitimasi hukum dari syari'at Islam. Adapun kesamaannya adalah selain kesamaan dalam konteksnya (ke-Indonesiaan) juga adanya kesamaan nilai-nilai Pancasila yang terdiri dari 5 pasal dengan ajaran Islam, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama ini merupakan salah satu inti dari teologi Islam dan merupakan ajaran Islam yang pertama kali harus disampaikan kepada pemeluknya. Artinya pasal ini mengikrarkan diri bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, sebagaimana yang terdapat dalam kalimat syahadat (asyhadu an laa ilaaha illa Allaah) yang merupakan rukun Islam yang pertama dan terdapat dalam surat al-Ikhlash ayat pertama (Qul huwa Allahu ahad).
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
Sila kedua ini berisikan ajaran untuk berlaku adil dan menegakkan keadilan demi kemaslahatan umat tentunya sejajar dengan ajaran Islam, karena salah satu dari tujuan syari'at Islam (maqashid as-Syari'ah) adalah menegakkan keadilan demi kemaslahatan umat, sebagaimana yang dijelaskan dalam surat an-Nisa ayat 58 dan ayat 105.
3. Persatuan Indonesia
Tuhan menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar mereka saling mengenal dan saling berinteraksi, oleh karena itu manusia disebut sebagai makhluk sosial (zoon politicon). Begitu juga dengan bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, adat,bahasa, dan sebagainya tentu perlu adanya satu ikatan yang dapat mempersatukan semua perbedaan itu sekaligus menghindari adanya perpecahan yang akan berdampak negatif terhadap sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti pertikaian antar suku, antar kelompok, dan lain sebagainya. Hal ini yang terkandung dalam sila ketiga Pancasila dan sejalan dengan ajaran Islam yang menghendaki adanya persatuan (al-ittihad) dan tidak menghendaki adanya perpecahan, sebagaimana yang tercantum dalam surat Ali 'Imran ayat 103.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, dalam permusyawaratan dan perwakilan
Dalam pasal ini menunjukkan bahwa negara republik Indonesia adalah negara demokratis, artinya kekuasaan ada di tangan rakyat dan pemerintah melaksanakan amanat atau aspirasi rakyat sehingga di Indonesia tidak berlaku kekuasaan yang absolut dan otoriter. Oleh karena itu, dalam menentukan arah kebijakannya Indonesia mempunyai prinsip dasar yaitu musyawarah. Salah satu bentuk realisasi dari prinsip musyawarah tersebut, maka di Indonesia dikenal adanya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dipilih secara demokratis oleh seluruh warga negara Indonesia dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Prinsip musyawarah dalam sistem demokrasi negara Indonesia sejalan dengan ajaran Islam, hal ini sebagaimana yang terdapat dalam surat Ali Imran ayat 159 dan surat Asy-Syura ayat 38. Begitu pentingnya prinsip ini, Nabi pun ternyata masih diperintah oleh Allah untuk bermusyawarah dengan para sahabat, terutama dengan kaitannya dengan soal –soal kemaslahatan umat (al-mashlahah al-'ammah). Prinsip ini secara efektif mengikis habis kultur otoritarianisme dan absolutisme dalam kekuasaan.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Pasal ini menjelaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan keadilan dalam berbagai aspek kehidupan. Keadilan ini harus menyeluruh tanpa adanya diskriminasi dalam bentuk apapun. Asas keadilan ini sangat berkaitan sekali dengan Hak Asasi Manusia (HAM) karena asas keadilan harus sejalan dengan konteks HAM.
Segala bentuk ketidakadilan di dunia ini harus dibumihanguskan. Semua agama di dunia ini sangat tidak menghendaki adanya ketidakadilan, termasuk agama Islam sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT dalam surat ash-Shad ayat 16 dan surat an-Nisa ayat 58. Islam memandang keadilan harus ditegakkan kepada semua orang tanpa pandang bulu, sungguhpun non-Muslim.
Pesantren dan Demokrasi
Kata "demokrasi" selamnya tidak pernah ditemukan dalam tumpukkan kitab kuning yang dibaca para santri di pesantren. Demikian pula istilah "hak-hak asasi manusia", "hak-hak rakyat", "republik", dan sebagainya. Masuk akal kalau banyak kyai merasa kaku ketika disodori persoalan-persoalan tersebut. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan dan kesalahpahaman, perlu kiranya kalangan pesantren mempertajam wawasan tentang fiqih demokrasi.
Dalam menelusuri pengertian dan asal-usulnya, kita bisa memahami bahwa demokrasi berasal dari bahasa Yunani "demos" dan "kratos". Artinya, pemerintahan rakyat, atau sering didefinisikan sebagai bentuk pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Suatu pemerintahan diakui demokratis manakala keadilan telah ditegakkan, hukum diberlakukan tanpa pandang bulu, ada jaminan kebebasan berekspresi dan berserikat, menjunjung tinggi permusyawaratan, serta memegang teguh hak-hak asasi manusia (HAM).
Saat ini, tegaknya suatu pemerintahan atau negara harus dibangun atas pilar-pilar keadilan,kejujuran, amanah, jaminan perlindungan hak asasi, kebebasab berekspresi dan berserikat, persamaan hak serta musyawarah. Pilar-pilar ini menopang tegaknya negara bersangkutan dan berjalannya roda pemerintahan secara efekitf. Dengan demikian, tidak diragukan lagi, mempelajari demokrasi dan menerapkannya merupakan sesuatu yang wajib hukumnya. Bahkan wajib 'ain bagi setiap kaum Muslim.
Perjalanan Islam pun kemudian dilanjutkan dalam sejarah untuk merealisasikan misi utama rahmatan lil 'alamin. Maksud dan tujuan tersebut terakumulasi dalam lima prinsip universal (al-kulliyatul khams). Yakni, menjamin kebebasan beragama (hifzhuddin), memelihara nyawa (hifzhu an-nafs), menjaga ketiurunan dan profesi (hifzh al-nasl wal-'irdl), menjamin kebebasan berekspresi dan berserikat (hifz al-'aql). Dengan prinsip-prinsip inilah demokrasi jadi bermakna bagi lingkungan pesantren. Pendekatan inilah yang sering diangkat oleh K.H. Abdul Wahab Hasbullah, K.H. Ali Ma'shum, K.H. Achmad Shiddiq, K.H. Sahal Mahfudhz, dan didukung oleh segenap aktivis NU yang lain.
Dengan demikian, sudah seharusnya komunitas pesantren mempelajari fiqih demokrasi, sebagaimana halnya wajibnya melakukan shalat lima waktu. Pola pendidikan tentu tidak harus terpaku secara teoritis belaka, tetapi melalui " manhaj wa tahqiq ma'al uswah al-hasanah" (teori dan praktik disertai contoh dan suri teladan yang baik), dari tingkat penataan kepengurusan pondok pesantren, organisasi santri, hingga yayasan. Hal ini menjadi saham yang tidak kecil bagi kehidupan demokrasi.
Pesantren dan Bhineka Tunggal ika
Bhineka Tunggal Ika secara lughawi berasal dari bahasa Sanskerta. Bhineka Tunggal Ika berarti berbeda-beda, tetapi tetap satu.
Meski berasal dari bahasa Sanskerta, yang dikatakan identik dengan ajaran Hindu/Budha, sebetulnya semboyan Bhineka Tunggal Ika sangat relevan pula dengan ajaran –ajaran agama besar sesudahnya, termasuk dalam agama Islam. Sebagaimana yang dijelaskan dalam surat al-Hujurat ayat 13:
Artinya: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan besuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal". (QS al-Hujurat: 13)
Ayat tersebut secara subtantif sejalan dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Artinya bahwa perbedaan suku bangsa, bahasa, adat, budaya dan sebagainya merupakan hal yang sunatullah. Adanya perbedaan melahirkan adanya interaksi sosial karena manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon) dan sangat mustahil roda kehidupan akan berjalan jika tidak ada perbedaan. Perbedaan tersebut merupakan kehendak Tuhan yang harus kita yakini, oleh karena itu barangsiapa yang tidak mengakui adanya perbedaan tersebut sama halnya dengan tidak meyakini kehendak Tuhan (takdir Tuhan). Dengan demikian, perbedaan bukanlah jurang pemisah di antara manusia justru dengan perbedaan inilah manusia berlomba-lomba dalam mencapai predikat "takwa" di sisi Tuhan karena sebaik-baiknya Manusia adalah yang paling bertakwa kepada-Nya. Oleh karena itu, sangat perlu kalangan pesantren memahami semboyan Bhineka Tunggal Ika dan diaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat atau paling tidak diaplikasikan dalam kehidupan pesantren.
Pesantren Pencetak Ulama yang Negarawan
Bagi kalangan pesantren, menjaga keutuhan dan tegaknya suatu negara adalah kewajiban bagi setiap warga negara karena kalangan pesantren menganggapnya membela negara adalah salah satu bagian dari iman (hubbul wathan minal iman). Bagi kalangan pesantren, mendirikan sebuah negara adalah suatu keharusan sedangkan mendirikan negara Islam bukan keharusan karena tidak ada satu pun penjelasannya yang detail dalam al-Qur'an dan as-Sunnah. Oleh karena itu, tidak harus memaksakan untuk mendirikan negara Islam. Prinsip inilah yang dipegang oleh kalangan pesantren sehingga mereka mengakui ideologi Pancasila sebagai dasar negara RI.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa secara tidak langsung wawasan demokrasi dan politik sudah ada dalam kehidupan pesantren dan inilah yang mewarnai kehidupan demokrasi Indonesia yang katakanlah masih kental dengan nilai-nilai religius. Maka tidak asing lagi, ketika menjelang pesta demokrasi baik itu pemilihan anggota legislatif maupun pemilihan presiden peran kyai banyak diperhitungkan karena kyai dapat mengerahkan massa yang cukup banyak yaitu santri dan masyarakat sekitarnya. Namun yang masih disayangkan adalah kalangan pesantren masih pasif dan adanya anggapan bahwa politik itu kotor, sehingga kalangan pesantren banyak tidak tertarik dalam politik.Padahal politik juga dapat dijadikan sebagai media dakwah karena ketika pemerintahan ini dikuasai oleh orang-orang non-Muslim tentunya kebijakannya sedikit berpihak kepada orang-orang Islam. Oleh karena itu, perlu adanya penegasan kembali bahwa politik itu tidak kotor selama tidak melanggar syari'at Islam dan UU yang berlaku dan merupakan jihad fi sabilillah demi tegaknya Islam di Negara Republik Kesatuan Indonesia. Penulis berharap kalangan pesantren berperan secara aktif dalam perpolitikan dan penulis yakin bahwa pesantren dapat mencetak ulama yang negarawan seperti K.H. Hasyim Asy'ari, K.H Wahab Hasbullah, K.H. Wahid Hasyim, dan lain sebagainya. Wallahu 'alam bis Shawab
Rujukan
Aqil Siradj, Said.Tasawuf Sebagai Kritik Sosial. Tangerang: Pustaka Irvan. 2008.
Turmudi, Endang. Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan. Yogyakarta: Lkis. 2004.
K. Rukiah, Enung, Hikmawanti, Fenti. Sejarah Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia. 2006.

Selasa, 22 Desember 2009

KITAB UMAT MANUSIA


KITAB UMAT MANUSIA

Allah SWT penguasa alam semesta yang tunggal, sudah tentu, petunjuk-Nya di berlakukan untuk seluruh manusia di seluruh penjuru alam ini, termasuk jin. Sebagai hudan lannas Al- Qur'an menjadi milik seluruh manusia untuk dimanfaatkan sebagai kurikulum kehidupan. Sementara persepsi masyarakat dewasa ini menimbulkan kesan seakan-akan Al-Qur'an itu milik umat islam saja, padahal sesungguhnya miik umat manusia. Sipa saja boleh mengkaji Al-Qur'an, terutama yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan sangat tidak mustahil bahwa al-Qur'an sekarang sedang di kaji oleh nonmuslim untuk kepentingan ilmu pengetahuandan teknologi ruang angkasa. Sebab, ternyata formula al-Qur'an merupakan paradigma dan premis iptek modern yang di pakai mereka sekarang untuk mencari kemungkinan untuk membangun "real estate" di ruang angkasa, atau di dasar laut sebagai jalan keluar atas perkembangan manusia yang tidak terhingga. Sementara itu umat islam masih tertatih-tatih menafsirkan al-Qur'an yang dititikberatkan pada segi linguistik, untuk membedakan mana fi'il, mana fa'il, mana isim, dan mana harf. Yang tersentuh bukan masalahnya melainkan bahasanya sehingga untuk menafsikan al-Qur'an diharuskan belajar ilmu nahwu-sharaf bertahun-tahun. Belum lagi ilmu bantu lain, seperti ilmu ma'ani, bayan, balaghah, dan ynag lain guna mangkaji al-Qur'an secara kauniyah. Sedangkan ilmu pengetahuan dan teknologi makin melesat ke atas untuk membuktikan hasil penciptaan Penguasa langit dan bumi yang meupakan spiral kehidupan yang begitu unik, penuh dengan fenomena-fenomena Ilahiyah. Mangapa kita tidak mampu menangkap fenomena alam ini? Mengapa tidak ada usaha yang kuat untuk menjangkau hal itu ? sehingga, begitu masyarakat nonmuslim berhasil menggalinya, islam buru-buru memberikan justifikasi bahwa itu sudah lama ada dalam al-Qur'an sejak 14 aba yang lalu.
Karena al-Qur'an dan alam semesta berasal dari Yang Maha Satu, dengan demikian tidak mungkin ada keraguan sedikit pun terhadap al-Qur'an yang menjelaskan fenomena-fenomena kauniyah. Ternyata masyarakat nonmuslim lebih mengenal isi al-Qur'an daripada umat islam sendiri yang melek huruf. Sehingga begitu al-Qur'an disenggol atau tersenggol sedikit saja, umat islam lalu tersinggung dan kemudian membela mati-matian. Padahal pembelaan itu bersifat fisik, karena barang kali ada orang yang tidak sopan dan usil memegang naskah al-Qur'an yang berwujud disket atau kertas dan tinta, tanpa bersuci. Pembelaan umat islam semacam itu baru sebatas persepsinya tentang al-Qur'an yakni Cuma sebatas benuk naskah bukan isinya. Sehingga ketika al-Qur'an di putarbalikan menjadi kapitalis, komunis, sekularis, zionis , dan iblis dalam bentuk konsep-konsep yang berselubung dalam sistem pendidikan, ekonomi, sosial, politik, hukum, seni, dan dimensi kehidupan lain, ternyata umat islam tidak mampu melihat kejahatan itu, kemudian mambelanya. Karena masyrakat muslim tidak pernah menyentuh isi al-Qur'an dalam artian memahaminya, sehingga tidak tahu caranya bagaimana menyelamatkan dirinya dari serbuan dahsyat yang membantai habis-habisan aqidah, syariah dan akhlak. Hal itu bukan saja terjadi di negara-nagara barat, melainkan juga di beberapa negara yang penduduknya mayorias muslim.
Dewasa ini al-Qur'an mulai ditafsirkan oleh orang-orang yang bukan muslim, terutama yang manyangkut iptek. Al-Qur'an akan menjadi milik masyarakat dunia karena ternyata kitab ini mampu memberikan jawaban revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu, al-Qur'an hendaknya tidak sekadar di yakini kebenaranya tetapi juga diuji coba untuk mengembangkan isyarat-isyaratnya tentang alam semesta.
AL-QUR'AN : PARADIGMA IPTEK DAN KEHIDUPAN

Al-Qur'an sesungguhnya untuk kehidupan, yang setip saat harus kita buka dan baca untuk mendapatkan arti dan makna tentang kehidupan, karena ia merupakan hudan linnas, kamus petunjuk kehidupan manusia. Kamus kehidupan yang memuat kata-kata kunci yang sangat bermanfaat dalam komunikasi dengan Allah, alam , manusia, bahkan dengan egonya sendiri sebagai ego terbatas, untuk meraih kualitas spiritual dalam bentuk taqwa.
Persepsi masyarakat terhadap al-Qur'an dewasa ini masih belim sesuai dengan petunjuk al-Qur'an. Al-Qur'an sebagaikacamata kehidupan untuk membaca alam mikro dan makro, ternyata hampir kurang berfungsi pada kurun ini. Kitab yang berumur empat belas abad ini dianggap sebagai "dokumen lama" yang kehilangan ruhnya. Al-Qur'an menjadi penghuni pojok masjid. Bahkan berada di atas lemari yang penuh debu, menjadi benda sakral penangkal bala. Potongan-potongan ayatnya menghias dinding rumah dan musium dalam gaya kaligrafi. Menjadi simbol-simbol berbentuk kodok dan membiakan uang alias riba. Padahal seharusnya al-Quran adalah huan linnas, yakni rujukan kehidupan seluruh umat manusia.
Masyarakat dewasa ini dalam bertingkah laku, berilmu pengetahuan, berpolitik, ekonomi, sosial, pendidikan, seni, dan dalam dimensi kehidupan yang lain, tidak lagi menjadikan al-Qur'an sebagai rujukan. Yang meeka gunakan adalah kitab-kitab pseudo yang terdapat dalam buku-buku iptek yang memuat pandangan-pandangan hidup kapitalis, sosialis,komunis, sekularis, materialis, zionis dan iblis. Buku-buku seperti itu judulnya manusiawi,sedangkan isinya materialis, yang jika kita simpulakan, arahnya mengandung benih-benih ateisme. Inilah yang menjadi petunjuk iptek dalamsegala sektor kehidupan dewasa ini.
Namun, masih ada sebagian umat yang sadar akan petunjuk Allah SWT serta bersedia memakai al-Qur'an sebagai referensi kehidupan dan itek karena meyakini bahwa al-Qur'an adlaha sumber kebenaran yang mutlak yang tidak ada keraguan padanya dan menjadi pedoman untuk seluruh umat manusia di semesta ini. Kita meyakini bahwa al-Qur'an, selain mampu menyelami masa silam dan muncul di permukaan kehidupan sekarang ini, juga mampu menjangkau massa depan, era globalisasi, era komunikasi, dan informasi.
Al-Qur'an adalah kitab tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan yang mampu memberi petunjuk kepda kita untuk mengembangkan diri dalam rangka mengenal hakikat ciptaan Allah SWT. Al-Qur'an mengisyaratkan formula-formula iptek yang cemerlang di alam semesta yang belum tertangkap seluruhnya oleh manusia. Lautan yang ada sekarang, di tambah tujuh kali lautan lagi sebagai tinta untuk menguraikan ilmu Allah, tidaklah cukup.

Senin, 21 Desember 2009

Sosok Ibu Teladan

Sosok Ibu Teladan

Keluarga Samara. Sosok ibu dalam pandangan masyarakat sekarang benar-benar dilematis. Masyarakat cenderung memandang miring para ibu yang tinggal di dalam rumah dan mencukupkan diri sebagai pengatur rumah tangga. Namun ketika pelbagai permasalahan anak-anak dan problema rumah tangga mulai bermunculan, ibu berkarir sering dijadikan kambing hitam, pangkal dari segala persoalan.

Upaya untuk mendudukkan ibu pada dua kutub yang saling bertolak belakang tentulah kurang bijaksana. Permasalahan yang dialami ibu tak sesederhana pertanyaan yang terlontar. Di area manakah sebaiknya para ibu mengambil pe-ranan? Di dalam rumah ataukah ikut terjun pula dalam dunia pu-blik? Mungkinkah seorang ibu berperan optimal di kedua area tersebut?

Menjalani profesi seorang ibu tak perlu memandang apakah ia berada di dalam atau di luar rumah. Karena memang dua area ini tak dapat dipisahkan secara mutlak. Islam menggariskan bahwa tugas seorang wanita adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga.
Sekalipun seorang ibu memilih untuk menjadi ibu rumah tangga, bukan berarti tugasnya lebih ringan dibandingkan ibu yang berkarier. Menjadi seorang ibu rumah tangga juga membutuhkan profesionalitas. Apalagi tuntutan kemajuan jaman, membutuhkan sosok ibu yang cerdas dan berwawasan. Dalam rangka memenuhi kriteria tersebut, mau tak mau seorang ibu harus berhubungan dengan dunia luar. I

Ibu berkarir dalam rangka mencari tambahan nafkah tak dilarang oleh Allah. Sepanjang interaksinya di dunia luar tidak bertentangan dengan garis-garis hukum yang telah ditetapkan. Bahkan jika seorang ibu berkarir dalam rangka mendedikasikan ilmunya demi kemaslahatan umat, mendapatkan imbalan pahala yang tiada terputus dari Allah. Ibu berada di dunia publik dalam rangka menegakkan kalimat Allah, ber-amar ma’ruf nahi munkar justru diwajibkan oleh Allah.

Kita hanya boleh mempermasalahkan ibu-ibu yang lalai de-ngan tugasnya, sosok ibu rumah tangga yang hanya bisa menonton sinetron, arisan, ngerumpi dan pergi ke salon. Atau sosok ibu berkarier yang tega menelantarkan anak-anaknya, tidak memenuhi haknya hanya demi segepok rupiah.
Sekali lagi, permasalahan tak terletak pada keberadaan sang ibu. Tak menjadi masalah seorang ibu berada di dalam rumah ataupun di luar rumah. Berkaitan dengan amanah dan tugas besar, seorang ibu dituntut untuk mampu melahir-kan dan mencetak generasi-gene-rasi berkualitas. Generasi yang menjadi aset umat dan mampu membawa umat Islam kepada kemenangan.

Sejarah Islampun tak menoreh-kan catatan tentang pembagian wilayah kerja tersebut secara mu-tlak. Teramat banyak para shahabi-yah yang mencontohkan kiprahnya di dunia publik kepada kita, misalnya ikut serta dalam peperangan. Khaulah binti Azur dan beberapa wanita lain ikut berperang mela-wan Romawi. Ummi Haram binti Malhan ikut dalam peperangan menyerbu Eropa pada masa pemerintahan Usman bin Affan.
Aktivitas perempuan dalam menuntut ilmu dan mengajarkan ilmu dalam kehidupan publikpun banyak kita temukan dalam buku-buku sejarah. Namun apakah kemudian kita beranggapan bahwa mereka bukanlah ibu yang ideal karena berada di luaran? Tentu tidak. (S. Syam)



Agar OK Mendidik Anak

o Perlakuan atau metode pendekatan yang dipakai untuk mendidik anak-anak berbeda-beda sesuai karakteristik masing-masing anak. Bisa jadi, seorang ibu perlu 3 alternatif model pendekatan untuk tiga anaknya. Hasil konsultasi untuk salah seorang anak belum tentu cocok untuk diterapkan kepada anak lain.



o Anak-anak berubah dan berkembang secara bertahap. Perkembangan yang terjadi pada masing-masing anak tidak sama sehingga diperlukan kesabaran. Bukan sebuah tindakan yang bijaksana jika kita membanding-bandingkan kemampuan anak dengan kemampuan anak lain.



o Ibu selalu berusaha untuk memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan. Menurut penelitian, ibu yang berpendidikan tinggi cenderung bersifat lebih terbuka terhadap hal-hal baru karena lebih sering membaca dan menambah pengetahuannya. Hal ini berbeda dengan ibu yang berpendidikan rendah dengan pengetahuan dan pengertian yang terbatas mengenai kebutuhan dan perkembangan anak sehingga kurang menunjukkan pengertian dan cenderung mendominasi anak. Maka tak heran jika keluhan ibu kuno, kolot, kuper dan yang sejenisnya sering terlontar. (www.keluarga-samara.com)



Sumber : Majalah Female Readers Vol. I/I

Senin, 30 November 2009

Video Mars KOMPPAQ

Memory Qurban







TAFSIR AL-MAIDAH AYAT 18


TAFSIR SURAT AL-MAIDAH AYAT 18
بسم الله الرحمن الرحيم
وَقَالَتِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى نَحْنُ أَبْنَاء اللّهِ وَأَحِبَّاؤُهُ قُلْ فَلِمَ يُعَذِّبُكُم بِذُنُوبِكُم بَلْ أَنتُم بَشَرٌ مِّمَّنْ خَلَقَ يَغْفِرُ لِمَن يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَن يَشَاءُ وَلِلّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ ﴿١٨
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami Ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya". Katakanlah: "Maka Mengapa Allah menyiksa kamu Karena dosa-dosamu?" (kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia(biasa) diantara orang-orang yang diciptakan-Nya dan mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. dan kepunyaan Allah-lah kerajaan antara keduanya. dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu)." ( QS.al-Maidah: 18).

ASBABUN NUZUL
عن ابن عباس قال: أتى رسولَ الله صلى الله عليه وسلم نعمانُ بن أص وبحريّ بن عمرو، وشأس بن عدي، فكلموه، فكلّمهم رسول الله صلى الله عليه وسلم، ودعاهم إلى الله وحذّرهم نقمته، فقالوا: ما تُخَوّفنا، يا محمد!! نحن والله أبناء الله وأحبَّاؤه!! كقول النصارى، فأنزل الله جل وعز فيهم:"وقالت اليهودُ والنصارى نحن أبناء الله وأحباؤه"، إلى آخر الآية.

Dari Ibnu Abbas Ra beliau berkata: ”Nu’man bin Ash, Bahriy bin Amr dan Sya’s bin ‘Adi datang kepada Rasulallah Saw, mereka mencela/berkata-kata kepada Rasulallah Saw dan Rasulallah Saw pun membalasnya dan menyeru mereka kepada Allah dan memperingatkan mereka tentang azab-Nya. Mereka berkata: ”engkau tidak membuat kami takut wahai Muhammad!! Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-Nya!!” Begitu juga kaum Nasrani berkata seperti mereka..” maka Allah menurunkan ayat diatas berkenaan tentang mereka.

PEMBAHASAN
Ayat ini sebenarnya masih ada kaitan dengan ayat sebelumnya yaitu masih berkisar tentang Yahudi dan Nasrani (Ahli Kitab). Aspek keserasian antara ayat ini dan sebelumnya adalah pada ayat sebelumnya Allah mengungkap argumen kesesatan ahli kitab dari yahudi dan nasrani secara umum, dan menjelaskan bahwa mereka adalah bangsa yang sangat enggan untuk beriman dengan syari’at islam yang dibawa Nabi Muhammad saw. Maka pada ayat ini Allah menjelaskan bentuk lain dari kekufuran mereka secara khusus.
Allah Ta’ala berfirman :
وَقَالَتِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى نَحْنُ أَبْنَاء اللّهِ وَأَحِبَّاؤُهُ
"Orang yahudi dan Nasrani berkata bahwa mereka adalah anak-anak Allah dan kekasih-Nya".
Dalam ayat ini terdapat sesuatu yang ganjil yaitu ahli kitab yang sejatinya mereka telah membaca al-Kitab Taurat dan Injil mengaku anak tuhan. Tentu menjadi suatu pertanyaan mengapa sampai terjadi seperti ini. Apakah ada hal yang melatar belakangi mereka berani mengatakannya. As-Sudi didalam tafsir Khozin mengatakan bahwa mereka berkata bahwa Allah swt mewahyukan kepada Israil “Nabi Ya’kub” bahwa Dia akan memasukkan anak cucunya kedalam neraka selama 40 hari saja sehingga habis semua kesalahan mereka didalam neraka. Setelah itu mereka dikeluarkan dari dalamnya. Inilah yang menyebabkan Yahudi mengatakan “Api neraka tidak akan menyentuh kami kecuali beberapa hari tertentu saja”.
Secara lebih umum ayat ini menurut al-Alusy adalah tentang “suatu kelompok yang mendeklarasikan sebuah doktrin dan pernyataan sesat yang menyalahi pernyataan umum, dan penjelasan sebuah kesesatan umum yang serupa dengan mereka dan menjelaskan kesesatan, intinya adalah ada keserupaan illat dengan apa yang diceritakan oleh ayat ini. ”
Adapun kaum Nasrani mengatakan bahwa Isa itu adalah anak Allah yang kemudian mereka mengaku-ngaku dan menasabkan diri kepada Nabi Isa yang menurut mereka anak Allah itu.
Adapun dalam lafadz أَبْنَاء اللّهِ وَأَحِبَّاؤُهُ, ada beberapa pendapat tentang lafadz tersebut:

1. ‘Athofnya “Ahibba’ ” terhadap lafadz “abna’ullah” adalah sebagai bentuk perkataan mereka yang sangat menarik. Yaitu “Anak-anak yang dicintai “ walau si anak tersebut dimurkai. ”yang dicinta, yang dimurka”. Wallahu ‘alam.
2. Ahli kitab tidak benar-benar mengatakannya. Untuk pendapat ini ada beberapa permasalahan :

1. Bagaimana bisa al-Qur’an mengatakan bahwa mereka ahli kitab mengatakan anak-anak dan kekasih Allah?
2. Nasrani menganggap Isa adalah anak Allah, tetapi bukan pada hak mereka. Bagaimana boleh mereka disifati sebagai mengaku anak tuhan?

Adapun jawaban yang pertama adalah seperti yang telah dinukil dari Imam Fakhrurrazi dalam tafsirnya “Mafatihul Ghaib” atau “Tafsir Kabir” :
أجاب المفسرون عنه من وجوه : الأول : أن هذا من باب حذف المضاف ، والتقدير نحن أبناء رسل الله ، فأضيف إلى الله ما هو في الحقيقة مضاف إلى رسل الله ، ونظيره قوله { إِنَّ الذين يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ الله } ( الفتح :10).
Jadi pernyataan yahudi dalam mendeklarasikan “anak Allah” ternyata “anak Rasul Allah Israil/Nabi Ya’qub” yang mereka dijamin “masuk neraka cuma 40 hari”. Tetapi dari sini pula pangkal jatuhnya mereka sehingga menjadi sombong yang selalu dalam kekufuran karena keyakinan mereka bahwa mereka tidak akan tinggal dineraka selamanya.
Jawaban yang kedua : “lafadz Ibn sebagaimana dipakai untuk anak kandung, maka bisa dipakai pula terhadap orang yang mengambil anak. Mengambil anak berarti mengkhususkan untuk memberikan perhatian dan kecintaan lebih terhadap anak angkatnya. Suatu kaum ketika mengaku bahwa perhatian dan pengawasan Allah lebih dari kaum selainnya, tidak diragukan lagi Allah melegalisir pernyataan mereka “bahwa perhatian Allah lebih untuk mereka” sehingga dapat dikatakan bahwa mereka adalah anak-anak Allah...” sebagaimana mereka mengaku bahwa Isa adalah anak Allah dan Nasrani adalah kaum yang paling baik diantara kaum yang lain.
قُلْ فَلِمَ يُعَذِّبُكُم بِذُنُوبِكُم
Kemudian Allah Swt memerintahkan Nabi-Nya untuk menyanggah pernyataan mereka. “kalau seandainya memang perkara tersebut seperti apa yang kalian sangka, maka bagaimana pula kalian di azab disebabkan dosa-dosa kalian didunia? Sebagaimana Allah telah menghancurkan kerajaan kalian dari muka bumi, dan banyak lagi kejadian yang ditimpakan kepada kalian karena pelanggaran-pelanggaran yang kalian lakukan. Maka logikanya itu adalah kekasih tidak akan menghukum kekasihnya, orangtua juga tidak akan menghukum anaknya. Kalau dihukum, bahkan dimasukkan dineraka berarti sama saja bukan kekasih namanya.”. Karena kalau kalian adalah anak-anak(Nabi)Allah pasti kalian mewarisi sifat bapaknya yaitu kalian tidak melakukan tindakan pelanggaran serta tidak akan dihukum, kalau kalian memang kekasih Allah mengapa kalian mengkhianati dan mendurhakai Allah?
Sungguh kalimat diatas suatu sanggahan yang sangat rasional sekali dan dapat mengundang rasa malu untuk orang yang mengaku sebagai “seseorang yang dekat yang disayang” akan tetapi “disama ratakan dengan yang lain dalam hal strata sosial”. Seakan-akan ada isyarat “kok kamu bisa mengaku sebagai ini itu, ini itu akan tetapi realisasinya sama saja dengan orang yang tidak mengatakan ini itu ini itu”. Sungguh suatu sanggahan Balagi yang sangat menusuk tajam kedalam jiwa bagi orang-orang yang benar-benar meresapinya. Pertanyaannya adalah apakah sanggahan hal seperti ini berlaku kepada orang-orang yang telah dibutakan hatinya? Menyombongkan diri ketika sudah ada ditampu kepemimpinan? Menyombongkan diri ketika tidak ada lagi seseorang yang melebihinya... wallahu’alam.
بَلْ أَنتُم بَشَرٌ مِّمَّنْ خَلَقَ
Sudah tentu sanggahan tadi sangat menyakitkan. Oleh karena itu seyogyanya bagi orang yang berfikir untuk kalah berargumentasi ketika dihadapkan dengan pernyataan diatas. Dan sudah pasti jawabannya adalah satu “kalau seperti itu kejadiannya, berarti kamu sama saja dengan saya”. Kasarnya adalah, sudahlah tidak usah menyombongkan diri menganggap lebih dari orang lain, jangan sok suci kalau masih ada kesalahan, jangan berlagak benar sendiri jika dalam berargumen masih belum dapat diterima oleh publik. Bahkan argumen yang dilontarkan oleh selain orang yang berlagak alim (orang-orang biasa itu), dekat dengan Tuhan itu lebih relevan, lebih kongkrit, dan dapat diterima oleh khalayak ramai. Intinya adalah kamu sama seperti saya. Hanya Allah yang berhak membedakan mana yang benar dekat dengan Tuhannya, mana yang cuma ngaku-ngaku benar dekat Tuhannya dan yang lain tidak seperti kami. Ya itulah sifat yahudi. Mau menang sendiri.
يَغْفِرُ لِمَن يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَن يَشَاءُ
Allah mengampuni orang-orang yang bertaubat dari kesalahannya dan tidak mengulangi lagi kesalahan tersebut serta mengazab orang-orang yang tidak bertaubat dari kesalahannya serta mati dalam keadaan tersebut. Dikatakan maknanya adalah seseorang tersebut diberi petunjuk kejalan yang benar kemudian Allah mengampuni mereka dan mematikan orang yang dikehendakinya dalam keadaan kafir maka Allah mengazabnya. Mungkin dapat juga kalimat ini dikatakan sebagai “ancaman serta hiburan”. Mengancam tetapi dengan memberikan solusi dengan pilihan yang lain. Disini juga terdapat isyarat halus seakan-akan Allah mengatakan “Bertaubatlah sebelum terlambat” atau seperti kata orang “Sholatlah sebelum disholatkan”.
وَلِلّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا
Sebuah kesempunaan penolakan terhadap pernyataan mereka. Bahwa pernyataan mereka tidak mempengaruhi kekuasaan Allah sedikitpun. Bahwa sesungguhnya Dialah pemilik sejati alam semesta. Mengatur atas kehendak dan hikmahnya. Dialah pemilik sejati alam raya, mengadakan dan meniadakan, mematikan dan menghidupkan, memberi pahala atau mengazab. Maka darimana mereka bisa mendapatkan kepastian bahwa Allah pasti mengampuni mereka?
Ketika Allah menggunakan term السموات memberikan arti hakikat. Memang dzatnya betul-betul. Bukan hanya arah yang biasa terkandung dalam term السماء.
وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ
Dan hanya kepada Allah swt saja tempat kembali semua makhluq yang ada. Kembali kapada pemilik sejati bukan kepada selainnya. Maka setiap orang akan dibalas menurut amal perbuatannya. Jika baik amalnya, maka yang akan didapatkan diakhirat baik pula. Dan apabila jelek, tidaklah seseorang mendapatkan kecuali apa yang telah dia perbuat.
Ayat ini kalau boleh pemakalah katakan adalah sebuah ayat ancaman. Karena dari permulaan ayat menceritakan perihal yahudi dan nashrari sepaket dengan kekufuran mereka. Dilanjutkan dengan jadal dan diakhiri dengan kesemuanya akan kembali kepada Allah. Kalau difikirkan lebih lanjut, seakan ayat ini mengisyaratkan sebuah pelajan penting didalam hidup. Yaitu, ketawadduan, saling menghormati, tidak egois yang maunya benar sendiri. Hasbunallah.

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ayat 18 surat al-Maidah ini seakan-akan memberikan pencerahan bagi kita akan pentingnya rasa rendah hati, tidak mengklaim paling baik dan benar sendiri. Meninggalkan strata sosial, mengedepankan toleransi sesama bahwa setiap manusia mempunyai hak yang sama didalam hidup. Dengan metode jadal yang mengena dihati, mudah dicerna oleh nalar, hingga meninggalkan kesan yang positif untuk para pencari Tuhan yang sejati.
Ayat ini berkisar tentang kisah Yahudi dan Nasrani bersama sifat-sifat mereka. Suatu gambaran umum bahwa yang bersifat seperti mereka adalah golongan mereka walau dari segi aqidah bukan dari golongan mereka. من تشبه بقوم فهو منهم.
Allah Swt sebagai pemilik otoritas tertinggi diatas semua makhluk-Nya, Pemilik jagat raya, berkuasa untuk mengampuni atau mengazab, mematikan atau menghidupkan, semua atas kehendak dan menurut hikmah-Nya. Dan semuanya akan kembali pada-Nya.







B. DAFTAR PUSTAKA
Al-Tabarī Muhammad b. Jarīr Abū Ja‘far " Jāmi‘ al-Bayān ‘an Ta'wīl Āy al-Qur'ān, ( Mesir: Mus (1968),
Wahbah al-Zuhaylī, al-Tafsīr al-Munīr fi al-‘Aqīdah wa al-Syarī‘ah wa al-Manhaj, (Beirut: Dār al-Fikr al-Mu‘ās, 1991)
Al-Alūsīy, Syihāb al-Dīn al-Sayyid Mahmud Abū al-Fad al-Baghdādī, Rūh al-Ma‘ānī fī Tafsīr al-Qur'ān al-'Azīm wa al-Sab‘ al-Mathānī, (Beirut: Dār al-Fikr)
Al-Zarkasyhî Badr al-Dîn Muhammad, al-Burhân fî ‘Ulûm al-Qur`ân (Beirût: Dâr al-Kutub al-‘Ilmîyah, 1408/1988)
Ar-Razi Fakhruddin, Mafatih al-Ghaib min al-Qur'an al-Karim/Tafsir al-Fakh al-Razi, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2000)
al-Bagdady , 'Alauddin 'Ali bin Muhammad bin Ibrahim, Tafsir al-Khozin, Maktabah as-Syamilah, Juz 1
Ibnu ‘Asyur, Muhammad Thahir, At-Tahrir wat Tanwir, Maktabah As-Syamilah, Juz 6
Al-Zamakhsyari, Abu al-Qashim Mahmud bin Umar, Maktabah as-Syamilah, Juz 1

Jumat, 13 November 2009

Yang Kurindu

Kurindukan………
Sekuntum mawar dalam sebuah harapan
Mekar di pagi hari menyambut datangnya mentari
Semerbak sepanjang hari tuk meramaikan suasana taman hati
Tak layu di malam hari bersama purnama yang menerangi bumi

Kurindukan………
Sekuntum mawar dalam genggaman
Kelopaknya bukan gemerlap materi tapi kasih sayang Ilahi
Mahkotanya bukan kilauan intan permata tapi cahaya pekerti
Duri-durinya bukan kesombongan tapi pembenteng diri

Kurindukan………
Sekuntum mawar dalam keindahan
Dalam kemuliaan abadi
Dalam kesucian kasih Ilahi
Dalam kemurnian cinta hakiki

Kurindukan…………
Sekuntum mawar dalam keinginan
Sebagai teman sepanjang zaman

Kurindukan……..
Sekuntum mawar dalam lantunan do'a
Kelak kan hadir di depan mata

Sabtu, 07 November 2009

TAFSIR SURAT AL-KAHFI AYAT 66 TENTANG SUBYEK PENDIDIKAN

Pendahuluan
Manusia diciptakan oleh Allah SWT tidak lain adalah untuk menyembah Kepada-Nya sekaligus sebagai khalifah di muka bumi ini. Oleh karena itu, manusia diciptakan lebih sempurna daripada makhluk lainnya dengan dibekali akal, pikiran, dan hati.
Tugasnya sebagai khalifah adalah melestarikan dan memanfaatkan segala apa yang ada di muka bumi ini untuk kemakmuran umat manusia. Oleh karena itu, manusia memerlukan ilmu pengetahuan. Dalam pandangan Islam menuntut ilmu itu sangat diwajibkan kepada pemeluknya.
Ilmu pengetahuan dapat diperoleh dari adanya pendidikan. Pendidikan itu tidak akan terjadi apabila tidak ada komponen-komponen yang sangat berkaitan dengan pendidikan tersebut, di antaranya adalah pendidik (subyek pendidikan), anak didik (obyek pendidikan), materi pendidikan, media pendidikan, dan lain sebagainya. Namun, yang akan saya bahas dalam makalah ini adalah tentang subyek pendidikan yang diilhami dari cerita Nabi Musa as dengan al-Khidir.

Pembahasan
TAFSIR SURAT AL-KAHFI AYAT 66 TENTANG SUBYEK PENDIDIKAN

A.Bunyi Ayat dan Terjemahannya
    •       
Artinya: " Musa berkata kepadanya, "Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku (ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadi) petunjuk?". (QS al-Kahfi:66).


B. Tafsiran Ayat
Dalam buku tafsir yang dikarang oleh Tim penafsir UII Yogyakarta, ayat ini menyatakan bahwa maksud Nabi Musa as datang kepada al-Khidir, yaitu untuk berguru kepadanya. Nabi Musa as memberi salam kepada al-Khidir seraya berkata, "Saya adalah Musa". Al-Khidir bertanya kepadanya (Nabi Musa as), "Musa dari Bani Isra'il?". Musa menjawab, "Ya benar!". Maka al-Khidir memberi hormat kepadanya seraya berkata, "Apa keperluannmu datang kemari?". Nabi Musa as menjawab, bahwa beliau datang kepadanya supaya diperkenankan mengikutinya dengan maksud supaya al-Khidir mau mengajarkan kepadanya sebagian ilmu yang telah Allah ajarkan kepada al-Khidir itu, yaitu ilmu yang bermanfaat dan amal yang shaleh.
Dalam ayat ini Allah menggambarkan secara jelas sikap Nabi Musa as sebagai calon murid kepada calon gurunya dengan mengajukan permintaan berupa bentuk pertanyaan, itu berarti Nabi Musa as sangat menjaga kesopanan dan merendahkan hati. Beliau menempatkan dirinya seorang yang bodoh dan mohon diperkenankan mengikutinya supaya al-Khidir sudi mengajarkan sebagian ilmu yang telah Allah berikan kepadanya.
Sedangkan di dalam tafsir al-Mishbah karangan Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab dijelaskan bahwa ucapan Nabi Musa as terhadap al-Khidir tersebut sangat halus. Beliau tidak menuntut untuk diajar tetapi permintaannya diajukan dalam bentuk pertanyaan, "Bolehkah aku mengikutimu?". Selanjutnya, beliau menamai pengajaran yang diharapkannya itu sebagai ikutan, yakni beliau menjadikan diri beliau sebagai pengikut dan pelajar. Beliau juga menggarisbawahi kegunaan pengajaran itu untuk dirinya secara pribadi, yakni untuk menjadi petunjuk baginya. Di sisi lain, beliau mengisyaratkan keluasan ilmu hamba yang shaleh itu sehingga Nabi Musa as mengharap kiranya dia mengajarkan sebagian dari apa yang telah diajarkan kepadanya. Dalam konteks itu Nabi Musa as tidak menyatakan "apa yang engkau ketahui wahai hamba Allah" karena beliau sepenuhnya beliau sadar bahwa ilmu pastilah bersumber dari satu sumber, yakni dari Allah Yang Maha Mengetahui. Memang, Nabi Musa as dalam ucapannya itu tidak menyebut nama Allah sebagai sumber pengajaran karena hal tersebut telah merupakan aksioma bagi manusia beriman. Di sisi lain, di sini kita menemukan hamba yang shaleh itu juga penuh dengan tata karma. Beliau tidak langsung menolak permintaan Nabi Musa as, tetapi menyampaikan penilaiannya bahwa nabi agung itu tidak akan bersabar mengikutinya sambil menyampaikan alas an yang sungguh logis dan tidak menyinggung perasaan tentang ketidaksabaran tersebut.
C. Penjelasan
Agama Islam yang dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW tidak lain adalah sebagai rahmatan li al-'Alamin (rahmatan bagi seluruh alam) dan diutusnya Nabi Muhammad SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Dengan demikian tentunya agama Islam sangat memperhatikan aspek akhlak di mana pun, kapan pun, dan bagaimana pun, baik itu pada aspek ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan, dan aspek lainnya. Namun, yang akan saya paparkan dalam makalah ini adalah betapa pentingnya memperhatikan etika-etika yang baik dalam aspek pendidikan.
Pendidikan secara umum adalah sebuah proses transfer ilmu dari satu pihak ke pihak lain atau dari generasi yang satu ke generasi yang lain secara bertahap yang memiliki tujuan yang absah dan bernilai. Tujuan dasar pendidikan itu sendiri adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri seorang murid. Sedangkan tujuan akhirnya adalah menghambakan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa agar bahagia di dunia dan di akhirat.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah proses transfer ilmu (ajaran Islam) dari satu pihak ke pihak lain atau dari satu generasi ke generasi lain yang memiliki tujuan dasar yaitu perubahan tingkah laku pada diri seorang murid dan memiliki tujuan akhir, yakni menghambakan diri kepada Allah SWT untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Kembali ke pokok bahasan ayat ini, penafsiran ayat di atas kurang lebihnya dapat dijelaskan, di antaranya adalah mengenai etika interaksi seorang pendidik dengan anak didiknya. Pendidik dan anak didik adalah komponen dasar dari sebuah pendidikan karena sangatlah mustahil pendidikan akan terjadi apabila salah satu dari komponen dasar tersebut tidak ada.
Pendidik dan anak didik keduanya memiliki tugas atau kewajibannya masing-masing. Seorang pendidik berkewajiban untuk mengajarkan ilmunya kepada anak didik, sedangkan anak didik berkewajiban menuntut ilmu dari seorang pendidik. Karena peran seorang pendidik sangat besar terhadap anak didiknya, maka seorang anak didik harus menghormatinya.Dari sinilah terlihat bahwa penghoramatan terhadap seorang pendidik termasuk bagian dari aspek akhlak (etika). Penghoramatan seorang anak didik terhadap seorang pendidiknya telah dicontohkan oleh Nabi Musa as terhadap al- Khidir. Di antara bentuk-bentuk penghormatan Nabi Musa as terhadap al- Khidir adalah berbicara dengan lemah lembut, tidak banyak bicara, dan menganggap al-Khidir lebih tahu daripada dirinya.
Dari gambaran kisah tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa ada beberapa bentuk penghoramatan seorang anak didik terhadap seorang pendidiknya yang harus diperhatikan dan diterapkan oleh seorang anak didik, sebagaimana yang terdapat dalam kitab Ta'lim Muta'alim karangan Syaikh Ibrahim bin Ismail, di antaranya adalah:
1.Jangan berjalan di muka seorang pendidik
2.Jangan menduduki tempat duduk seorang pendidik
3.Jangan mendahului bicara di hadapan gurunya kecuali dengan izinnya
4.Jangan banyak bicara di hadapan guru
5. Jangan bertanya sesuatu yang membosankannya
6.Jika berkunjung pada guru harus menjaga waktu, dan jika guru belum keluar maka jangan mengetuk-ngetuk pintu, tapi bersabarlah hingga guru itu keluar
7.Selalu memohon keridhaannya
8.Menjauhi hal-hal yang menimbulkan kemarahan guru
9. Melaksanakan perintah guru asal bukan perintah maksiat
10. Menghormati dan memuliakan anak-anak, famili dan kerabat gurunya
Selain itu intisari dari ayat tersebut di antaranya adalah bahwa seorang murid harus mempunyai tekad yang tinggi dan bersungguh-sungguh terhadap apa yang akan dipelajarinya, mengapa demikian? Karena dengan tekad yang tinggi dan usaha yang sungguh-sungguh maka apa yang ia cita-citakan akan tercapai seperti apa yang telah diucapkan oleh para 'Ulama, "Barangsiapa yang bersungguh-sungguh maka ia akan berhasil".
Seorang pendidik hendaknya menuntun anak didiknya dan memberi tahu kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi dalam menuntut ilmu, dan mengarahkannya untuk tidak mempelajari sesuatu jika sang pendidik mengetahui bahwa potensi anak didiknya tidak sesuai dengan bidang ilmu yang akan dipelajarinya. Di sinilah peran guru sangat penting sebagai penuntun bagi anak didiknya dan sebagai teladan bagi anak didiknya karena tujuan dasar dari pendidikan, yakni perubahan tingkah laku anak didik, salah satunya adalah tergantung dari pendidiknya. Jika pendidiknya memberikan teladan yang baik maka anak didiknya akan mengikutinya, begitu juga sebaliknya jika pendidiknya memberikan teladan yang tidak baik maka anak didiknya akan mengikutinya.
Perlu dijelaskan kembali bahwa seorang pendidik tidak hanya memberikan teladan yang baik bagi anak didiknya saja melainkan menuntun anak didiknya. Dalam hal ini seorang tokoh pendidikan Indonesia yang juga disebut sebagai "Bapak Pendidikan" Indonesia Ki Hajar Dewantara berkata dalam sebuah ungkapannya yang terkenal:
Ing Ngarso Sung Tulodo
Ing Madyo Mangun Karso
Tut Wuri Handayani
Di depan harus memberikan teladan yang baik, di tengah harus membangun semangat yang tinggi, dan di belakang harus menuntun ke arah yang baik. Begitu kiranya arti dari ungkapan Ki Hajar Dewantara tersebut untuk dapat diterapkan oleh seorang pendidik.
Begitu juga keinginan menuntut ilmu timbul bukan atas tuntutan orang lain termasuk tuntutan dari seorang guru akan tetapi timbul atas tuntutan pribadi karena hal ini akan memupuk sikap bertanggungjawab atas dirinya sendiri, hal ini telah dicontohkan oleh Nabi Musa as seperti yang telah disebutkan di atas.
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan dikenai taklif yang menuntutnya untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah ia kerjakan selama hidup di dunia, maka orientasi dari pendidikan itu adalah mencetak manusia yang bertanggungjawab secara individual maupun secara sosial.

Kesimpulan
Pendidikan adalah suatu proses transfer ilmu dari satu pihak ke pihak lain atau dari satu generasi ke generasi lain yang mempunyai tujuan dasar yaitu terjadinya perubahan tingkah laku anak didik dan tujuan akhir yaitu menghambakan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam pendidikan terjadi proses interaksi antara pendidik dan anak didik. Dalam interaksi inilah tentunya ada aturan-aturan (etika-etika) sendiri dalam Islam seperti apa yang terdapat dalam al-Qur'an dan as-Sunnah. Etika-etika tersebut tentunya mengatur bagaimana cara interaksi yang baik antara pendidik dengan anak didik, seperti bagaimana seorang murid berbicara kepada seorang gurunya, bagaimana adab ketika belajar, dan sebagainya.
Pendidik harus memahami potensi anak didiknya agar pelajaran yang hendak diajarkan sesuai dengan tingkat kematangan (maturasi) anak didiknya. Pendidik dan anak didik harus mempunyai tekad yang kuat dan usaha yang sungguh-sungguh. Selain itu, bagi anak didik keinginan untuk menuntut ilmu adalah timbul dari kenginannya sendiri agar dapat memupuk rasa tanggungjawab karena pada hakikatnya manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa tidak lain adalah untuk menghambakan diri kepada-Nya dan dari sinilah manusia dikenai taklif yang harus ia tanggungjawabkan nanti di hadapan-Nya.

Daftar Pustaka
Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya. Jakarta: PT Syamil Cipta Media, 2005.
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah Edisi Baru Vol. VII. Jakarta: Lentera Hati, 2009. Cet. I.
Team Penafsir UII, Al-Qur'an dan Tafsirnya. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf, tt.
Bin Ismail, Syeikh Ibrahim, Syarh Ta'lim Muta'alim. Penerjemah Drs. M. Ali Chasan Umar. Semarang: PT Karya Toha Putra, 1993.

Jumat, 06 November 2009

Hati Potensi Berharga yang Harus Dijaga


Hati Potensi Berharga yang Harus Dijaga

Secara umum manusia memiliki 3 potensi penting. Potensi pertama adalah potensi fisik, sehingga jika kita mampu mengelola fisik dengan baik, insya Allah kita akan menjadi manusia yang kuat dan produktif. Bahkan Islam sangat menganjurkan agar kita memiliki fisik yang sehat. Almu'minuni qowiyyu, mu'min yang kuat lebih baik dan lebih disukai oleh Allah daripada mu'min yang lemah.

Dalam catatan sejarah, sampai usia 6 tahun Nabi Muhammad Saw memiliki tubuh yang benar-benar atletis. Beliau memulai peperangan pada usia 53 tahun. Dan tentu saja, perang zaman dulu tidak perang seperti zaman sekarang. Ketika itu Rasulullah Saw memakai baju besi hingga dua lapis dan mengarungi padang pasir sejauh ratusan kilometer. Itu artinya fisik beliau sangat prima.

Akan tetapi, ternyata tidak selamanya orang yang berfisik baik itu mulia sebagaiaman kemuliaan Rasulullah. Bahkan tidak jarang manusia yang berbadan bagus malah menjadi hina akibat keindahan fisiknya. Wanita bertubuh bagus tidak identik dengan wanita yang mulia, malah tidak sedikit wanita berbadan bagus menjadi turun derajatnya karena dia gemar memamerkan tubuhnya. Di sisi lain ada juga orang yang gara-gara badannya bagus menjadi stress karena takut jadi tidak bagus. Setiap hari waktunya habis untuk memikirkan badannya. Ikut senam, diet dan membeli bermacam-macam obat supaya tubuhnya tetap bagus. Secara tidak langsung orang seperti ini justru tersiksa dengan keindahan tubuhnya.

Sekali lagi, kita memang harus meningkatkan potensi fisik, namun potensi ini tidak identik dengan kemuliaan seseorang, jika tidak mampu menjaganya dengan hati-hati.

Potensi yang kedua adalah akal. Kita dikaruniai akal oleh Allah dan akal inilah yang membedakan kita dengan makhluk Allah lainnya. Dengan akal kita dapat memikirkan ayat-ayat Allah di alam ini sehingga kita dapat mengelola dan mengolahnya menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan.

Kendati demikian, potensi akal juga bukanlah potensi yang dapat menentukan mulia atau tidaknya seorang manusia. Di Indonesia ini begitu banyak orang yang pintar, tapi mengapa Indonesia masuh juga terpuruk? Setiap tahun puluhan ribu sarjana dikeluarkan oleh kampus-kampus yang ternama. Tapi mengapa korupsi masih juga merajalela? Rasanya kecil kemungkinan kalau korupsi itu dilakukan oleh orang-orang yang bodoh. Bagaiamana tidak? Uang negara, uang rakyat yang dikuras jumlahnya bukan hanya dalam bilangan jutaan atau miliaran, tapi juga triliunan rupiah. Kalau orang bodoh rasanya dia tidak akan kuat berpikir jauh-jauh seperti itu. Artinya pintar tidak identik dengan kemuliaan. Jika tidak hati-hati, mempunyai anak pintar juga tidak selalu identik dengan kebahagiaan. Ada yang anaknya pintar sementara orang tuanya hanya lulusan SD atau SMP, malah jadi menghina orang tuanya.

Demikianlah memang. Badan yang kuat tidak selalu menggambarkan kemuliaan, akal pikiran yang pintar juga tidak selalu membuat oang menjadi mulia. Jadi apa sih yang bisa membuat orang mulia?

Inilah potensi ketiga yang ada pada diri manusia yang tidak setiap orang mampu menjaga serta mengembangkannya. Dialah yang dinamakan hati. Hati inilah potensi yang bisa melengkapi otak cerdas dan badan kuat menjadi mulia. Dengan hati yang hidup inilah orang yang lumpuh pun bisa menjadi mulia, orang yang tidak begitu cerdas pun dapat menjadi mulia. Ada sebuah syair yang mungkin bisa menggambarkan betapa hati bisa sangat berpengaruh pada kehidupan seseorang.

"Bila hati kian bersih, pikiran pun selalu jernih, semangat hidup kan gigih, prestasi mudah diraih; Tapi bila hati busuk, pikiran jahat merasuk, akhlaqpun kan terpuruk, dia jadi makhluk terkutuk. Bila hati kian lapang, hidup susah tetap tenang, walau kesulitan menghadang, dihadapi dengan tenang; Tapi bila hati sempit, segalanya jadi rumit, seakan hidup terhimpit, lahir batin terasa sakit".

Masya Allah, andaikan hati kian bersih tentu akan nikmat sekali menjalani hidup ini. Kalau hati kita ini bersih dan sehat, maka pikiran pun bisa menjadi cerdas. Kenapa? Karena tidak ada waktu untuk berpikir licik, dengki atau keinginan untuk menjatuhkan orang lain. Sebab, kalau tidak hati-hatibenar maka hidup kita itu sangat melelahkan. Sekali saja kita tidak suka kepada seseorang, maka lambat laun kebencian itu akan memakan waktu, produktivitas dan memakan kebahagiaan kita, kita akan lelah memikirkan orang yang kita benci.

Karenanya bila hati kita bersih, maka pikiran bisa menjadi jernih. Tidak ada waktu buat iri, semua input kan masuk dengan mudah, karena tidak ada ruang untuk meremehkan siapa pun. Akibatnya kita akan memiliki akses data yang sangat tinggi, akses informasi yang benar-benar melimpah, akses ilmu yang benar-benar meluas, ujungnya akan mampu mengambil ide-ide yang cemerlang dan gagasan-gagasan yang jitu.

Berbeda dengan orang yang sombong, dia akan merasa bahwa dirinyalah yang paling tahu semua hal. Akibatnya, dia tidak pernah mau mendengar masukan dari orang lain. Padahal setiap orang tentu memiliki kelemahan. Dan untuk memperbaiki kelemahan itulah kita membutuhkan koreksi dan masukan dari orang lain.

Dengan kebersihan hati, insya Allah, otak akan lebih cerdas, ide lebih brilian, gagasan lebih cemerlang. Orang yang bersih hati itu punya kemampuan berpikir lebih cepat dari orang lain. Namun orang yang kotor hatinya, cuma akan berjalan di tempat. Dia kan sibuk memikirkan kekurangan orang lain, yang ada dalam pikirannya hanyalah kejelekan orang. Hatinya akan menjadi sempit.

Coba perhatikan jika ada anjing, kerbau, atau ada ular, di lapangan yang sangat luas, tentunya relatif tidak akan menjadi masalah. Apa lagi jika lapangannya teramat sangat luas, sebab ruang untuk bergerak jauh lebih leluasa. Tapi apa bila kita sedang da di kamar mandi, lalu muncul seekor tikus saja, pasti akan menjadi masalah. Kita tidak akan nyaman, jijik, atau malah ketakutan. Artinya bagi orang-orang yang berhati sempit, perkara kecil saja bisa menjadi masalah besar, apalagi perkara yang benar-benar besar.

Jika hati bersih maka wajah pun akan memancarkan kecerahan dan penuh keramahan. Bahkan Nabi Muhammad Saw juga demikian. Beliau tidak pernah berjumpa dengan oang lain kecuali dalam keadaan tersenyum cerah. Senyum yang penuh keikhlasan memang sangat bernilai besar, karena selain menjadi shadaqah juga akan menyehatkan tubuh. Bahkan menurut para ahli, senyum itu hanya menggunakan 17 otot, sedangkan cemberut 32 otot, makanya orang yang sering cemberut akan mengalami kelelahan otot.

Dalam berbicara pun kita harus sangat berhati-hati, sebab tak jarang melalui tutur kata, akan terlihat derajat seseorang. Sebab mulut ini ibarat teko yang mengeluarkan isinya. Jika di dalamnya berisi kopi tentu yang keluar juga kopi, tapi jika isinya air yang bening pasti keluar air yang bening. Orang yang berkualitas itu, jika berbicara ada struktur dan cirinya. Kalau dia berbicara yang keluar adalah ide atau gagasan, hikmah, solusi, ilmu dan zikir, sehingga pembicaraannya senantiasa bermanfaat. Kalau bunyi itu efektif. Semakin banyak omongan sia-sia, maka semakin turun kualitas orang itu, padahal ciri-ciri kualitas keislaman orang itu dilihat bagaimana kesanggupan menahan diri dari sesuatu yang sia-sia. Kalau kita selalu berusaha mengendalikan hati, detak jantung normal, wajah cerah, lisan enak, dan badan sehat. Lebih dari itu bergaul dengan siapa pun akan menyenangkan.

Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita untuk mengenal potensi yang termahal dari hidup kita, yaitu hati kita sendiri. Hidupkan hati dengan memperbanyak ilmu, memperbanyak ibadah, dan zikir. Ladang untuk berkarya teramat luas, hiduplah dengan menjaga kebersihan hati, insya Allah hidup ini menjadi lebih indah dan penuh makna.

Hati adalah amanah yang harus dijaga dengan penuh kesungguhan. Kita tidak bisa mengatur dan menata hati, kecuali dengan memohon pertolongan Allah agar Dia selalu menjaga hati kita. Hati adalah pangkal kehidupan. Jika Allah memberi hati kita yang bening, kita akan banyak mendapat keuntungan dan bisa menjadi apa saja sesuai dengan keinginan. Bisnis bisa menjadi lancar dan sukses, menjadi pemimpin yang dicintai, suami yang dihormati, ayah yang disegani, menjadi apa pun bisa terwujud jika akhlak kita mulia di sisi Allah. Dan kuncinya adalah Qalbun Salim, yaitu hati yang selamat, selamat dari segala kebusukan. Sebab kesuksesan dan kemuliaan hanyalah milik orang-orang yang berhati bersih. Semoga kita termasuk di dalamnya. Amin.Wallahu a'lam bishowab

PACARAN !!!

Pada pembahasan sesion ini kita akan mengangkat masalah pacaran. Pacaran yang sudah merupakan fenomena mengejala dan bahkan sudah seperti jamur dimusim hujan menjadi sebuah ajang idola bagi remaja . Cinta memang sebuah anugerah, cinta hadir untuk memaniskan� hidup di dunia apalagi rasa cinta kepada lawan jenis, sang pujaan hati atau sang kekeasih hati menjadikan cinta itu begitu terasa manis bahkan kalo orang bilang bila orang udah cita maka empedu pun terasa seperti gula. Begitulah cinta, sungguh hal yang telah banyak menjerumuskan kaum muslimin ke dalam jurang kenistaan manakala tidak berada dalam jalur rel yang benar. Mereka sudah tidak tahu lagi mana cinta yang dibolehkan dan mana yang dilarang.

Kehidupan seorang muslim atau muslimah tanpa pacaran adalah hambar, begitulah kata mereka. Kalau dikatakan nggak usah kamu pacaran maka serentak ia akan mengatakan " Lha kalo nggak pacaran, gimana kita bisa ngenal calon pendamping kita ?". kalo dikatakan pacaran itu haram akan dikatakan, " pacaran yang gimana dulu.". Beginilah keadaan kaum muda sekarang, racun syubhat, dan racun membela hawa nafsu sudah menjadi sebuah hakim� akan hukum halal-haram, boleh dan tidak. Tragis memang kondisi kita ini, terutama yang muslimah. Mereka para muslimah kebanyakan berlomba-lomba untuk mendapatkan sang pacar atau sang kekasih, apa sebabnya, " Aku takut nggak dapat jodoh ". Muslimah banyak ketakutannya tentang calon pendamping, karena mereka tahu bahwa perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 1 : 5. Tapi apakah jalan pacaran sebagai penyelesaian ? Jawabnya Tidak. Bagaimana bisa, kita ikuti selengkapnya pembahasan ini sebagai berikut, ( diambil dari buku Pacaran dalam Kacamata Islam karya Abdurrahman al-Mukaffi)

Dikatakan beliau bahwa� pacaran dikategorikan sebagai nafsu syahwat yang tidak dirahmati oleh Allah, karena ketiga rukun yang menumbuhkan rasa cinta menyatu di luar perkawinan. Hal ini dilakukan dengan dalih sebagai suatu penjajakan guna mencari partner yang ideal dan serasi bagi masing-masing pihak. Tapi dalam kenyataannya masa penjajakan ini tidak lebiih dimanfaatkan sebagai pengumbaran nafsu syahwat semata-mata, bukan bertujuan secepatnya untuk melaksanakan perkawinan

Hal ini tercermin dari anggapan mereka bahwa merasakan ideal dalam memilih partner jika ada sifat-sifat sebagai berikut :

1.

Mereka merasa beruntung sekali jika selalu dapat berduaan, dan berpisah dalam waktu pendek saja tidak tahan rasanya. Dan keduanya merasa satu sama lain saling memerlukan.
2.

Mereka merasa cocok satu sama lainnya. Karena segala permasalahan yang sedang dihadapi dan dirasakan menjadi masalah yang perlu dicari pemecahannya bersama. Hal ini dimungkinkan karena mereka satu dengan lainnya merasa dapat mencapai saling pengertian dalam seluruh aspek kehidupannya.
3.

Mereka satu sama lain senantiasa berusaha sekuat tenaga untuk menuruti kemauan sang kekasih. Hal ini dimungkinkan karena perasaan cinta yang telah tumbuh secra sempurna dengan pertautan yang kuat.

Tapi tanpa disadari, pacaran itu sendiri telah melambungkan perasaan cinta maki tinggi. Di sisi lain pacaran menjurus pada hubungan intim yang merusak cinta, melemahkan dan meruntuhkannya. Karena pada hakekatnya hubungan intim dalam pacaran adalah tujuan yang hendak dicapai dalam pacaran. Oleh karena itu orang yang pacaran selalu mendambakan kesyahduan. Dengan tercapainya tujuan tersebut kemungkinan tuntutannya pun mereda dan gejolak cintanya melemah. Hingga kebencian menghantui si bunga yang telah layu, karena si kumbang belang telah menghisap kehormatan secara haram.

Cinta Sejati Menurut Islam

1.Tidak rela yang dicintai menderita
2. Rela berkorban apapun demi yang dicintai
3.Memenuhi segala keinginan dari yang dicintai
4.Tidak pernah memaksakan kehendak kepada yang dicintai
5. Berlaku sepanjang masa

Cinta tersebut hanya ada antara Khalik dan Makhluk, cinta antara makhluk harus ditambah syarat-syarat berikut:

6. Cintanya tersebut karena Alloh S. W. T.
7. Harus memenuhi segala aturan yang dibuat oleh Alloh S. W. T.
8. Sex bukanlah cinta dan cinta bukanlah sex, tetapi sex adalah bunga-bunga dari cinta dan hanya ada dalam pernikahan dan hanya dengan yang dinikahi
9. Cinta bukan uang atau harta atau duniawi, tetapi cinta membutuhkan uang, harta dan duniawi.

Senin, 02 November 2009

Renungan Nilai-nilai Feminisme dan Nilai-nilai Nasionalisme


Renungan Nilai-nilai Feminisme dan Nilai-nilai Nasionalisme
Oleh: Abu Masykur Hakeem
Akhir-akhir ini Indonesia diguncang kembali dengan pemberitaan atas kasus penganiayaan terhadap TKW di Malaysia hingga akhirnya meninggal dunia. Seorang TKW tersebut bernama Muntik yang berasal dari daerah di Jawa Timur. Kasus penganiayaan tersebut bukanlah yang pertama kali terjadi, namun sebelum-sebelumnya sudah sering terjadi.
Kasus-kasus sebelumnya di antaranya adalah kasus Manohara Odelia Pinoti yang mendapat perlakuan tidak manusiawi dari suaminya sendiri Tengku Mohammad Fakhry, kasus Siti Hajar seorang TKW di Malaysia yang mendapatkan perlakuan tidak manusiawi dari majikannya, dan masih banyak lagi kasus sama yang tidak mungkin saya sebutkan semuanya di sini. Ironisnya, mengapa yang menjadi sasaran empuknya adalah orang-orang Indonesia, ada apa di balik itu semua? Bukankah segala tindakan kejahatan itu sangat ditentang, apalagi dilakukan terhadap kaum hawa yang secara fisik lemah.
Tidak hanya kasus TKI saja yang menjadikan adanya ketegangan antara bangsa kita dengan bangsa Malaysia, akan tetapi kasus pengklaiman budaya Indonesia oleh Malaysia seperti batik, reog Ponorogo, dan lain sebagainya, dan masalah pelanggaran kedaulatan oleh tentara Malaysia yang berlayar di perairan Ambalat juga menjadi kasus yang menegangkan bangsa kita dengan bangsa Malaysia.
Andaikan mereka (bangsa Malaysia) tahu bahwa secara historis bangsa Indonesia dengan bangsa Malaysia adalah satu rumpun yaitu "melayu" yang seharusnya saling menghormati dan menghargai atas dasar "kesamaan" tersebut. Lantas apakah yang dilakukan oleh bangsa Malaysia itu adalah suatu tindakan pelecehan terhadap bangsa kita?
Kasus-kasus di atas menurut penulis memberikan sinyal kepada kita sebagai bangsa Indonesia untuk introspeksi diri bahwa sudahkah kita melawan berbagai bentuk penindasan terhadap kaum perempuan? Dan sudahkah kita memperjuangkan harga diri bangsa ini dari keterinjakkan bangsa lain?. Pertanyaan ini perlu diresapi dengan sedalam-dalamnya?
Pertama, pentingnya menanamkan sikap kepedulian kepada kaum perempuan (feminisme). Sikap ini dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, di antaranya adalah menghargai eksistensi perempuan, memberdayakan perempuan, memotivasi perempuan untuk berkarya secara inovatif, dan lain sebagainya yang mengarah kepada penghargaan terhadap kaum perempuan.
Kita tahu bahwa Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan agar saling mengenal, ada laki-laki dan ada perempuan. Keduanya memiliki hak yang sama dan keduanya harus saling mengisi, tanpa keduanya kehidupan manusia tidak akan ada. Oleh karena itu, segala bentuk tindakan yang mengintimidasi kaum perempuan adalah bentuk dari pengingkaran atas kodrat Tuhan.
Segala tindakan yang sifatnya intimidasi dari kacamata hukum positif (positive law) dan hukum Islam (Islamic Law) adalah merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Persfektif hukum positif, setiap pelanggaran atas Hak Asasi Manusia (HAM) harus ditindak secara tegas dan diproses secara hukum. Sedangkan persfektif hukum Islam, bahwa segala tindakan mendhzalimi orang lain sangat dibenci oleh Tuhan dan lebih kasar lagi bagi pelakunya harus dibalas setara dengan tindakan tersebut, sebagaimana yang dijelaskan dalam surat al-Ma’idah ayat 45:
$oYö;tFx.ur öNÍköŽn=tã !$pkŽÏù ¨br& }§øÿ¨Z9$# ħøÿ¨Z9$$Î/ šú÷üyèø9$#ur Èû÷üyèø9$$Î/ y#RF{$#ur É#RF{$$Î/ cèŒW{$#ur ÈbèŒW{$$Î/ £`Åb¡9$#ur Çd`Åb¡9$$Î/ yyrãàfø9$#ur ÒÉ$|ÁÏ% 4 `yJsù šX£‰|Ás? ¾ÏmÎ/ uqßgsù ×ou‘$¤ÿŸ2 ¼ã&©! 4 `tBur óO©9 Nà6øts† !$yJÎ/ tAt“Rr& ª!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqßJÎ=»©à9$# ÇÍÎÈ
Artinya: “Dan kami Telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (at Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim”. (QS al-Ma’idah: 45)

Dan yang kedua, pentingnya menanamkan sikap kepedulian terhadap tanah air (nasionalisme). Sedangkan nilai-nilai nasionalisme dapat diwujudkan dengan sikap mencintai tanah air, mematuhi UU yang berlaku di Indonesia, menghormati dan meneruskan cita-cita para pendiri bangsa Indonesia yakni mempertahankan tanah air ini, dan lain sebagainya.
Masing-masing negara mempunyai yurisdiksi hukum (kedaulatan hukum) yang harus dihormati oleh semua negara yang ada di dunia ini. Indonesia mempunyai yurisdiksi hukum dan Malaysia pun mempunyai yurisdiksi hukum, jadi kedua-duanya harus saling menghargai meski keduanya memiliki hukum yang berbeda.
Kita tahu bahwa setiap bangsa harus mempertahankan integritasnya masing-masing. Namun, permasalahannya adalah yang seperti apakah bentuk mempertahankan integritas bangsa itu? Tentunya, bentuk mempertahankan integritas bangsa itu adalah menghargai bangsanya sendiri dan menghargai bangsa lain, tidak melakukan perampasan wilayah bangsa lain, dan tidak melakukan klaim atas kepemilikan bangsa lain.
Perlu penulis sampaikan kembali bahwa penulis tidak bermaksud mem-black list Malaysia secara general, akan tetapi begitulah kenyataannya yang di alami bangsa Indonesia. Masalah Ambalat menjadi masalah yang serius karena bagaimana pun juga apabila masalah tersebut tidak secepatnya ditanggapi maka sedikit demi sedikit Malaysia akan terus melakukan intervensi terhadap bangsa Indonesia. Dari sinilah yang perlu kita camkan adalah betapa pentingnya menanamkan sikap nasionalisme dan patriotisme sebagai bentuk cinta tanah air.
Dari tinjauan hukum positif (positive law), sebuah bangsa memiliki hak untuk merdeka (independen). Oleh karena itu, segala bentuk tindakan mengintervensi terhadap bangsa lain adalah bentuk dari pelanggaran atas Hak Asasi Manusia (HAM) dan apabila hal itu dilakukan maka akan dikenai sanksi hukum yang berlaku secara regional maupun internasional. Sedangkan dari tinjauan Islam bahwa apabila sebuah bangsa mendapat intervensi dari bangsa lain, maka seluruh warga negaranya wajib membelanya selama pembelaannya itu dalam jalur kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan karena negara adalah amanah dari Tuhan Yang Maha Kuasa, sebagaimana qaul ulama:

حب الوطن من الايمان
Artinya: “Cinta tanah air adalah sebagian dari iman”

Kesimpulannya adalah dari berbagai peristiwa dan kasus yang telah dialami oleh bangsa Indonesia memiliki hikmah yang sangat penting untuk kita renungkan dan kita aplikasikan. Di antara hikmahnya adalah betapa pentingnya nilai-nilai feminisme dan nilai-nilai nasionalisme itu ditanamkan pada bangsa Indonesia dan sekaligus diperaktekkannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara agar terciptanya kehidupan yang aman, tenteram, dan damai. Nilai-nilai feminisme yaitu berkaitan dengan penghargaan atas eksistensi kaum perempuan karena perempuan adalah pondasinya negara dan nilai-nilai nasionalisme berkaitan dengan pembelaan terhadap tanah air Indonesia sebagai manifestasi cinta tanah air. Berarti menegakkan nilai-nilai feminisme sama artinya menegakkan nilai-nilai nasionalisme. Nilai-nilai tersebut (feminisme dan nasionalisme) memiliki substansi yang sangat tinggi yaitu mengimani takdir Tuhan dan menjalankan amanah Tuhan. Oleh karena itu, betapa pentingnya kedua nilai tersebut ditanamkan dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Insyaallah apabila kedua nilai tersebut dapat terealisasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, maka akan tercapailah kehidupan yang aman, tenteram, dan damai. Wa Allaahu ‘Alam bis Shawaab.

Kamis, 29 Oktober 2009

HADITS KE-DUA

HADITS KEDUA

عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ   وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ . قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ . {رواه مسلم}

Dari Umar Radhiallahu 'anh juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam) seraya berkata: " Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?", maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam : " Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu ", kemudian dia berkata: " anda benar ". Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang  membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: " Beritahukan aku tentang Iman ". Lalu beliau bersabda: " Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk ", kemudian dia berkata: " anda benar".  Kemudian dia berkata lagi: " Beritahukan aku tentang ihsan ". Lalu beliau bersabda: " Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau" . Kemudian dia berkata: " Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)". Beliau bersabda: " Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya ". Dia berkata:  " Beritahukan aku tentang tanda-tandanya ", beliau bersabda:  " Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian)  berlomba-lomba meninggikan bangunannya ", kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: " Tahukah engkau siapa yang bertanya ?". aku berkata: " Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui ". Beliau bersabda: " Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian ".    (Riwayat Muslim)

 

 A. MARAJI'UL HADITS (REFERENSI HADITS)

1.      Shahih Muslim, Kitabul Iman. Hadits Nomor 8.

2.      Sunan At-Tirmidzi, Kitabul Iman, Hadits Nomor 2738.

3.      Sunan Abu Dawud, Kitabus Sunnah, Bab Al-Qadr, Hadits Nomor 4695.

4.      Sunan An-Nasa'I, Kitabul Iman, Bab Na'tul Islam: 8/97.

B. AHAMMIYATUL HADITS (URGENSI HADITS)

Ibnu Daqiq Al'id berkata, "Hadits ini sangat penting meliputi semua amal perbuatan, yang dhahir dan batin, bahkan semua ilmu Syari'at mengacu padanya, karena memuat segala hal yang ada dalam semua hadits, bahkan seakan menjadi Ummus-Sunnah (Induk bagi hadits), sebagaimana surat Al-Fatihah disebut Ummul Qur'an karena ia mencakup seluruh nilai-nilai yang ada dalam al-Qur'an.

Hadits itu mutawatir karena diriwayatkan dari 8 Sahabat ra: Abu Hurairah ra, umar ra, Abu Dzar ra, Anas ra, Ibnu Abbas ra, Ibnu Umar ra, Abu 'Amir, Al-Asy'ari, dan Jarir Al-Bajali ra.

C. FIQHUL HADITS (KANDUNGAN HADITS)

Dalam hadits tersebut di atas terdapat beberapa isi kandungan yaitu:

1.      Memperbaiki pakaian dan penampilan.

Ketika hendak masuk masjid dan akan menghadiri majelis ilmu, disunnahkan memakai pakaian yang rapih, bersih dan memakai minyak wangi. Bersikap baik dan sopan di majelis ilmu dan dihadapan para ulama adalah prilaku yang sangat baik, karena jibril saja dating kepada Nabi Muhammad saw dengan penampilan dan sikap yang baik.

2.      Definisi Islam

يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ  

 " Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?  

Secara etimologi, Islam berarti tunduk dan menyerah sepenuhnya pada Allah SWT, secara terminologi, adalah agama yang dilandasi oleh lima dasar, yaitu:

1)      Syahadatain.

2)      Menunaikan shalat wajib pada waktunya, dengan memenuhi syarat, rukun dan memperhatikan adab dan hal-hal yang sunnah.

Adapun Makna: وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ   " engkau mendirikan shalat" ini seakan-akan shalat merupakan suatu bangunan yang kokoh, di dalam bangunan tersebut orang itu tinggal, bermunajat, berdialog dengan Allah dan berikrar dengan mengucapkan:

"Hanya Engkaulah yang kami sembah,dan Hanya kepada Engkaulah kami  meminta pertolongan"

Dengan ikrar ini, ia mengakui ke-Esaan Allah, karena Dial ah yang mempunyai hak Ubudiyah, yaitu hak untuk disembah dan diibadahi, dan orang itu berikrar bahwa hanya kepada-Mu lah kami menyembah / mengabdikan diri.

3)      Mengeluarkan zakat.

4)      Puasa di bulan Ramadhan.

5)      Haji sekali seumur hidup bagi yang mampu, mempunyai biaya untuk pergi ke tanah suci dan mampu memenuhi kebutuhan keluarga yang ditinggalkan. Allah berfirman:

"Kalau engkau mampu mendapatkan jalan ke sana"

Ini berarti kalau ada jalan yang aman, tidak dalam keadaan perang dan sebagainya, juga bila ongkos-ongkos dan semua fasilitas tersedia, badan sehat dan sebagainya.

3.      Definisi Iman

قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ

" Kemudian dia bertanya lagi:" Beritahukan aku tentang ihsan…?"

Secara etimologi, Iman berarti 'Pengakuan atau pembenaran'. Secara terminologi, berarti 'pembenaran dan pengakuan' yang mendalam akan:

1)      Adanya Allah swt, Pencipta alam semesta yang tidak mempunyai sekutu apapun.

2)      Adanya makhluk Allah swt. yang bernama Malaikat. Mereka adalah hamba Allah yang mulia, tidak pernah melakukan maksiat dan slalu menuruti perintah-Nya. Mereka diciptakan dari cahaya, tidak makan, tidak berjenis (laki-laki ataupun wanita), tidak mempunyai keturunan dan tidak ada yang tahu jumlahnya kecuali Allah swt.

3)      Adanya kitab-kitab samawi yang diturunkan Allah swt dan meyakini bahwa kitab-kitab tersebut (sebelum diubah dan diselewengkan manusia) merupakan syar'iat Allah.

4)      Adanya rasul-rasul yang telah diutus Allah, yang dibekali dengan kitab samawi, sebagai perantara untuk memberikan hidayah pada umat manusia. Meyakini bahwa mereka adalah manusia biasa yang diistimewakan dan ma'shum (terjaga dari segala dosa).

5)      Adanya hari Akhir. Pada hari itu Allah membangkitkan manusia dari kuburnya, lalu diperhitungkan seluruh amal perbuatannya. Amal perbuatan yang baik akan dibalas dengan kebaikan, dan amal perbuatan yang buruk dibalas dengan keburukan.

6)      Adanya Qadha dan Qadar. Artinya, apapun yang terjadi pada alam semesta inii merupakan ketentuan dan kehendak Allah semata, untuk satu tujuan yang hanya diketahui-Nya.

Inilah rukun-rukun Iman. Siapapun yang meyakini, maka ia akan selamat dan beruntung, dan barangsiapa yang menentangnya maka ia akan sesat dan merugi, Allah swt, berfirman

"Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada Kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya (Muhammad saw), serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya". (Qs.An-Nisa: 136).

4.      Islam dan Iman

Melalui penjelasan di atas maka kita pahami bahwa Iman dan Islam dalah dua hal yang berbeda, secara etimologi maupun secara terminologi. Pada dasarnya, jika berbeda nama tentu berbeda makna. Meskipun demikian, tidak jarang dipergunakan dengan arti yang sama, Islam berarti Iman, dan sebaliknya. Keduanya saling melengkapi. Iman sia-sia tanpa Islam, demikian juga sebaliknya.

5.      Definisi Ihsan

قَالَ:فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ قَالَ :أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ     

Kemudian dia berkata lagi: " Beritahukan aku tentang ihsan…? Lalu beliau bersabda: " Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau"                     

Ihsan adalah ikhlas dan penuh perhatian. Artinya sepenuhnya ikhlas beribadah hanya kepada Allah dengan penuh perhatian sehingga seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika tidak mampu, maka ingatlah bahwa Allah senantiasa melihatmu dan melihat apapun yang ada pada dirimu.

Hadits ini memberitahukan kepada kita bahwa bila anda lalai dalam shalat atau dalam ibadah lainnya, maka Allah melihat anda. Dan ketahuilah ibadah yang terbaik ialah kalau apa yang anda lakukan itu dan tahu, sadar bahwa Allah ada di samping anda dan melihat anda.

6.      Hari Kiamat dan tanda-tandanya

قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ

Kemudian dia berkata: " Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan  kejadiannya)". Beliau bersabda: " Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya.

Tibanya hari Kiamat adalah rahasia Allah swt. tidak satu pun makhluk mengetahuinya, baik malaikat maupun Rasul. Karenanya, Nabi saw bersabda kepada Jibril, "Tidaklah yang ditanya lebih tahu daripada yang bertanya." Meskipun demikian, Nabi  Muhammad saw. Menjelaskan sebagian tanda-tandanya, antara lain:

·         Krisis moral, sehingga banyak anak yang durhaka kepada orang tuanya, mereka memperlakukan orang tuanya seperti perlakuan tuan terhadap budaknya.

·         Kehidupan yang jungkir balik. Banyak orang bodoh menjadi pemimpin, pemberian wewenang kepada orang yang tidak mempunyai kemampuan, harta melimpah, manusia banyak yang berlaku sombong dan foya-foya, bahkan mereka berlomba dan saling meninggikan bangunan dengan penuh kebanggaan. Mereka berlaku congkak pada orang lain, bahkan mereka seakan ingin menguasainya.

قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا

Dia berkata:  " Beritahukan aku tentang tanda-tandanya ", Beliau bersabda:  " Jika seorang hamba melahirkan anak tuannya….

Maksudnya kaum muslim kelak akan menguasai negeri-negeri kafir sehingga banyak tawanan, maka budak-budak perempuan banyak yang melahirkan anak tuannya dari anak ini akan menempati kedudukan sebagai majikan karena kedudukan bapaknya.                                                             

7.      Etika bertanya.

Seorang muslim, akan menanyakan sesuatu yang membawa manfaat bagi dunia dan akhiratnya. Ia tidak akan menanyakan hal-hal yang tidak mendatangkan manfaat. Bagi orang yang menghadiri sebuah majlis ilmu lalu ia melihat bahwa audiens ingin mengetahui satu hal. Ternyata hal tersebut belum ada yang menanyakan, maka sepatutnya ia menanyakan meskipunia sudah mengetahuinya agar orang-orang yang hadir bisa mengambil manfaat dari jawaban yang diberikan.

Orang yang ditanya tentang suatu hal, dan ia tidak mengetahui jawabannya, hendaknya ia mengakui ketidaktahuannya agar tidak menjerumus pada hal-hal yang tidak mengetahuinya.

8.      Metode Tanya jawab.

Pendidikan modern pun mengakui bahwa metode Tanya jawab adalah metode pendidikan yang relatif berhasil, karena memberikan tambahan semangat pada diri pendengar untuk mengetahui jawaban yang akan diberikan. Metode ini sering dipergunakan Rasulallah saw. Dalam mendidik generasi Shabat ra.

 

KESIMPULAN

Dari hadits yang ke-dua dari Arba'in Nawawi, diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kata Islam dan Iman memiliki perbedaan baik secara lughah (bahasa) maupun secara syar'i, bila dilihat dari asal pengertian dari dua kata tersebut. Akan tetapi dalam pengertian syar'i terkadang satu kata telah mengandung dua makna yang lain dan sebaliknya. Poin yang paling penting dalam hadis hadits ke-dua ini adalah penjelasan tentang Islam, Iman dan Ihsan serta wajibnya mengimani kekuasaan Allah swt.

 

DAFTAR PUSTAKA

  • Muhyiddin Mitsu, Musthafa Dieb Bugha,Dr. Al-Wafi Fisyarh Kitab Arba'in An- Nawawiyah, (Damaskus-Beirut: Daar Ibnu Katsir 1998),Cet. Kesepuluh.
  • Dhafir Muhil,Lc. Terjemah Al-Wafi (Menyelami Makna 40 Hadits Rasulullah),( Jakarta: Al-I'tisham, April 2009),Cet. Kesebelas
  • ·Imam Nawawi, Syarah Arba'in, 
  • Tanzil Ubay, Terjemah Syarah Hadits Arba'in, (Jakarta: khasanah Ilmu, Des.1996), Cet. Pertama.
  • Ibnu Daqiq Al-'Ied, Syarah al-Arba'in Hadits an_nawawiyah, Cet.Kedua Thn.1415 H.
  •  Thalib Muhammad, Terjemah Syarah Hadits Arba'in Imam Nawawi,( Yogyakarta: Media Hidayah, Okt.2001), Cet Pertama.

             



Lebih aman saat online.
Upgrade ke Internet Explorer 8 baru dan lebih cepat yang dioptimalkan untuk Yahoo! agar Anda merasa lebih aman. Gratis. Dapatkan IE8 di sini!