Senin, 21 Desember 2009

Sosok Ibu Teladan

Sosok Ibu Teladan

Keluarga Samara. Sosok ibu dalam pandangan masyarakat sekarang benar-benar dilematis. Masyarakat cenderung memandang miring para ibu yang tinggal di dalam rumah dan mencukupkan diri sebagai pengatur rumah tangga. Namun ketika pelbagai permasalahan anak-anak dan problema rumah tangga mulai bermunculan, ibu berkarir sering dijadikan kambing hitam, pangkal dari segala persoalan.

Upaya untuk mendudukkan ibu pada dua kutub yang saling bertolak belakang tentulah kurang bijaksana. Permasalahan yang dialami ibu tak sesederhana pertanyaan yang terlontar. Di area manakah sebaiknya para ibu mengambil pe-ranan? Di dalam rumah ataukah ikut terjun pula dalam dunia pu-blik? Mungkinkah seorang ibu berperan optimal di kedua area tersebut?

Menjalani profesi seorang ibu tak perlu memandang apakah ia berada di dalam atau di luar rumah. Karena memang dua area ini tak dapat dipisahkan secara mutlak. Islam menggariskan bahwa tugas seorang wanita adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga.
Sekalipun seorang ibu memilih untuk menjadi ibu rumah tangga, bukan berarti tugasnya lebih ringan dibandingkan ibu yang berkarier. Menjadi seorang ibu rumah tangga juga membutuhkan profesionalitas. Apalagi tuntutan kemajuan jaman, membutuhkan sosok ibu yang cerdas dan berwawasan. Dalam rangka memenuhi kriteria tersebut, mau tak mau seorang ibu harus berhubungan dengan dunia luar. I

Ibu berkarir dalam rangka mencari tambahan nafkah tak dilarang oleh Allah. Sepanjang interaksinya di dunia luar tidak bertentangan dengan garis-garis hukum yang telah ditetapkan. Bahkan jika seorang ibu berkarir dalam rangka mendedikasikan ilmunya demi kemaslahatan umat, mendapatkan imbalan pahala yang tiada terputus dari Allah. Ibu berada di dunia publik dalam rangka menegakkan kalimat Allah, ber-amar ma’ruf nahi munkar justru diwajibkan oleh Allah.

Kita hanya boleh mempermasalahkan ibu-ibu yang lalai de-ngan tugasnya, sosok ibu rumah tangga yang hanya bisa menonton sinetron, arisan, ngerumpi dan pergi ke salon. Atau sosok ibu berkarier yang tega menelantarkan anak-anaknya, tidak memenuhi haknya hanya demi segepok rupiah.
Sekali lagi, permasalahan tak terletak pada keberadaan sang ibu. Tak menjadi masalah seorang ibu berada di dalam rumah ataupun di luar rumah. Berkaitan dengan amanah dan tugas besar, seorang ibu dituntut untuk mampu melahir-kan dan mencetak generasi-gene-rasi berkualitas. Generasi yang menjadi aset umat dan mampu membawa umat Islam kepada kemenangan.

Sejarah Islampun tak menoreh-kan catatan tentang pembagian wilayah kerja tersebut secara mu-tlak. Teramat banyak para shahabi-yah yang mencontohkan kiprahnya di dunia publik kepada kita, misalnya ikut serta dalam peperangan. Khaulah binti Azur dan beberapa wanita lain ikut berperang mela-wan Romawi. Ummi Haram binti Malhan ikut dalam peperangan menyerbu Eropa pada masa pemerintahan Usman bin Affan.
Aktivitas perempuan dalam menuntut ilmu dan mengajarkan ilmu dalam kehidupan publikpun banyak kita temukan dalam buku-buku sejarah. Namun apakah kemudian kita beranggapan bahwa mereka bukanlah ibu yang ideal karena berada di luaran? Tentu tidak. (S. Syam)



Agar OK Mendidik Anak

o Perlakuan atau metode pendekatan yang dipakai untuk mendidik anak-anak berbeda-beda sesuai karakteristik masing-masing anak. Bisa jadi, seorang ibu perlu 3 alternatif model pendekatan untuk tiga anaknya. Hasil konsultasi untuk salah seorang anak belum tentu cocok untuk diterapkan kepada anak lain.



o Anak-anak berubah dan berkembang secara bertahap. Perkembangan yang terjadi pada masing-masing anak tidak sama sehingga diperlukan kesabaran. Bukan sebuah tindakan yang bijaksana jika kita membanding-bandingkan kemampuan anak dengan kemampuan anak lain.



o Ibu selalu berusaha untuk memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan. Menurut penelitian, ibu yang berpendidikan tinggi cenderung bersifat lebih terbuka terhadap hal-hal baru karena lebih sering membaca dan menambah pengetahuannya. Hal ini berbeda dengan ibu yang berpendidikan rendah dengan pengetahuan dan pengertian yang terbatas mengenai kebutuhan dan perkembangan anak sehingga kurang menunjukkan pengertian dan cenderung mendominasi anak. Maka tak heran jika keluhan ibu kuno, kolot, kuper dan yang sejenisnya sering terlontar. (www.keluarga-samara.com)



Sumber : Majalah Female Readers Vol. I/I

1 komentar: