Senin, 30 November 2009

Video Mars KOMPPAQ

Memory Qurban







TAFSIR AL-MAIDAH AYAT 18


TAFSIR SURAT AL-MAIDAH AYAT 18
بسم الله الرحمن الرحيم
وَقَالَتِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى نَحْنُ أَبْنَاء اللّهِ وَأَحِبَّاؤُهُ قُلْ فَلِمَ يُعَذِّبُكُم بِذُنُوبِكُم بَلْ أَنتُم بَشَرٌ مِّمَّنْ خَلَقَ يَغْفِرُ لِمَن يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَن يَشَاءُ وَلِلّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ ﴿١٨
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami Ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya". Katakanlah: "Maka Mengapa Allah menyiksa kamu Karena dosa-dosamu?" (kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia(biasa) diantara orang-orang yang diciptakan-Nya dan mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. dan kepunyaan Allah-lah kerajaan antara keduanya. dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu)." ( QS.al-Maidah: 18).

ASBABUN NUZUL
عن ابن عباس قال: أتى رسولَ الله صلى الله عليه وسلم نعمانُ بن أص وبحريّ بن عمرو، وشأس بن عدي، فكلموه، فكلّمهم رسول الله صلى الله عليه وسلم، ودعاهم إلى الله وحذّرهم نقمته، فقالوا: ما تُخَوّفنا، يا محمد!! نحن والله أبناء الله وأحبَّاؤه!! كقول النصارى، فأنزل الله جل وعز فيهم:"وقالت اليهودُ والنصارى نحن أبناء الله وأحباؤه"، إلى آخر الآية.

Dari Ibnu Abbas Ra beliau berkata: ”Nu’man bin Ash, Bahriy bin Amr dan Sya’s bin ‘Adi datang kepada Rasulallah Saw, mereka mencela/berkata-kata kepada Rasulallah Saw dan Rasulallah Saw pun membalasnya dan menyeru mereka kepada Allah dan memperingatkan mereka tentang azab-Nya. Mereka berkata: ”engkau tidak membuat kami takut wahai Muhammad!! Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-Nya!!” Begitu juga kaum Nasrani berkata seperti mereka..” maka Allah menurunkan ayat diatas berkenaan tentang mereka.

PEMBAHASAN
Ayat ini sebenarnya masih ada kaitan dengan ayat sebelumnya yaitu masih berkisar tentang Yahudi dan Nasrani (Ahli Kitab). Aspek keserasian antara ayat ini dan sebelumnya adalah pada ayat sebelumnya Allah mengungkap argumen kesesatan ahli kitab dari yahudi dan nasrani secara umum, dan menjelaskan bahwa mereka adalah bangsa yang sangat enggan untuk beriman dengan syari’at islam yang dibawa Nabi Muhammad saw. Maka pada ayat ini Allah menjelaskan bentuk lain dari kekufuran mereka secara khusus.
Allah Ta’ala berfirman :
وَقَالَتِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى نَحْنُ أَبْنَاء اللّهِ وَأَحِبَّاؤُهُ
"Orang yahudi dan Nasrani berkata bahwa mereka adalah anak-anak Allah dan kekasih-Nya".
Dalam ayat ini terdapat sesuatu yang ganjil yaitu ahli kitab yang sejatinya mereka telah membaca al-Kitab Taurat dan Injil mengaku anak tuhan. Tentu menjadi suatu pertanyaan mengapa sampai terjadi seperti ini. Apakah ada hal yang melatar belakangi mereka berani mengatakannya. As-Sudi didalam tafsir Khozin mengatakan bahwa mereka berkata bahwa Allah swt mewahyukan kepada Israil “Nabi Ya’kub” bahwa Dia akan memasukkan anak cucunya kedalam neraka selama 40 hari saja sehingga habis semua kesalahan mereka didalam neraka. Setelah itu mereka dikeluarkan dari dalamnya. Inilah yang menyebabkan Yahudi mengatakan “Api neraka tidak akan menyentuh kami kecuali beberapa hari tertentu saja”.
Secara lebih umum ayat ini menurut al-Alusy adalah tentang “suatu kelompok yang mendeklarasikan sebuah doktrin dan pernyataan sesat yang menyalahi pernyataan umum, dan penjelasan sebuah kesesatan umum yang serupa dengan mereka dan menjelaskan kesesatan, intinya adalah ada keserupaan illat dengan apa yang diceritakan oleh ayat ini. ”
Adapun kaum Nasrani mengatakan bahwa Isa itu adalah anak Allah yang kemudian mereka mengaku-ngaku dan menasabkan diri kepada Nabi Isa yang menurut mereka anak Allah itu.
Adapun dalam lafadz أَبْنَاء اللّهِ وَأَحِبَّاؤُهُ, ada beberapa pendapat tentang lafadz tersebut:

1. ‘Athofnya “Ahibba’ ” terhadap lafadz “abna’ullah” adalah sebagai bentuk perkataan mereka yang sangat menarik. Yaitu “Anak-anak yang dicintai “ walau si anak tersebut dimurkai. ”yang dicinta, yang dimurka”. Wallahu ‘alam.
2. Ahli kitab tidak benar-benar mengatakannya. Untuk pendapat ini ada beberapa permasalahan :

1. Bagaimana bisa al-Qur’an mengatakan bahwa mereka ahli kitab mengatakan anak-anak dan kekasih Allah?
2. Nasrani menganggap Isa adalah anak Allah, tetapi bukan pada hak mereka. Bagaimana boleh mereka disifati sebagai mengaku anak tuhan?

Adapun jawaban yang pertama adalah seperti yang telah dinukil dari Imam Fakhrurrazi dalam tafsirnya “Mafatihul Ghaib” atau “Tafsir Kabir” :
أجاب المفسرون عنه من وجوه : الأول : أن هذا من باب حذف المضاف ، والتقدير نحن أبناء رسل الله ، فأضيف إلى الله ما هو في الحقيقة مضاف إلى رسل الله ، ونظيره قوله { إِنَّ الذين يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ الله } ( الفتح :10).
Jadi pernyataan yahudi dalam mendeklarasikan “anak Allah” ternyata “anak Rasul Allah Israil/Nabi Ya’qub” yang mereka dijamin “masuk neraka cuma 40 hari”. Tetapi dari sini pula pangkal jatuhnya mereka sehingga menjadi sombong yang selalu dalam kekufuran karena keyakinan mereka bahwa mereka tidak akan tinggal dineraka selamanya.
Jawaban yang kedua : “lafadz Ibn sebagaimana dipakai untuk anak kandung, maka bisa dipakai pula terhadap orang yang mengambil anak. Mengambil anak berarti mengkhususkan untuk memberikan perhatian dan kecintaan lebih terhadap anak angkatnya. Suatu kaum ketika mengaku bahwa perhatian dan pengawasan Allah lebih dari kaum selainnya, tidak diragukan lagi Allah melegalisir pernyataan mereka “bahwa perhatian Allah lebih untuk mereka” sehingga dapat dikatakan bahwa mereka adalah anak-anak Allah...” sebagaimana mereka mengaku bahwa Isa adalah anak Allah dan Nasrani adalah kaum yang paling baik diantara kaum yang lain.
قُلْ فَلِمَ يُعَذِّبُكُم بِذُنُوبِكُم
Kemudian Allah Swt memerintahkan Nabi-Nya untuk menyanggah pernyataan mereka. “kalau seandainya memang perkara tersebut seperti apa yang kalian sangka, maka bagaimana pula kalian di azab disebabkan dosa-dosa kalian didunia? Sebagaimana Allah telah menghancurkan kerajaan kalian dari muka bumi, dan banyak lagi kejadian yang ditimpakan kepada kalian karena pelanggaran-pelanggaran yang kalian lakukan. Maka logikanya itu adalah kekasih tidak akan menghukum kekasihnya, orangtua juga tidak akan menghukum anaknya. Kalau dihukum, bahkan dimasukkan dineraka berarti sama saja bukan kekasih namanya.”. Karena kalau kalian adalah anak-anak(Nabi)Allah pasti kalian mewarisi sifat bapaknya yaitu kalian tidak melakukan tindakan pelanggaran serta tidak akan dihukum, kalau kalian memang kekasih Allah mengapa kalian mengkhianati dan mendurhakai Allah?
Sungguh kalimat diatas suatu sanggahan yang sangat rasional sekali dan dapat mengundang rasa malu untuk orang yang mengaku sebagai “seseorang yang dekat yang disayang” akan tetapi “disama ratakan dengan yang lain dalam hal strata sosial”. Seakan-akan ada isyarat “kok kamu bisa mengaku sebagai ini itu, ini itu akan tetapi realisasinya sama saja dengan orang yang tidak mengatakan ini itu ini itu”. Sungguh suatu sanggahan Balagi yang sangat menusuk tajam kedalam jiwa bagi orang-orang yang benar-benar meresapinya. Pertanyaannya adalah apakah sanggahan hal seperti ini berlaku kepada orang-orang yang telah dibutakan hatinya? Menyombongkan diri ketika sudah ada ditampu kepemimpinan? Menyombongkan diri ketika tidak ada lagi seseorang yang melebihinya... wallahu’alam.
بَلْ أَنتُم بَشَرٌ مِّمَّنْ خَلَقَ
Sudah tentu sanggahan tadi sangat menyakitkan. Oleh karena itu seyogyanya bagi orang yang berfikir untuk kalah berargumentasi ketika dihadapkan dengan pernyataan diatas. Dan sudah pasti jawabannya adalah satu “kalau seperti itu kejadiannya, berarti kamu sama saja dengan saya”. Kasarnya adalah, sudahlah tidak usah menyombongkan diri menganggap lebih dari orang lain, jangan sok suci kalau masih ada kesalahan, jangan berlagak benar sendiri jika dalam berargumen masih belum dapat diterima oleh publik. Bahkan argumen yang dilontarkan oleh selain orang yang berlagak alim (orang-orang biasa itu), dekat dengan Tuhan itu lebih relevan, lebih kongkrit, dan dapat diterima oleh khalayak ramai. Intinya adalah kamu sama seperti saya. Hanya Allah yang berhak membedakan mana yang benar dekat dengan Tuhannya, mana yang cuma ngaku-ngaku benar dekat Tuhannya dan yang lain tidak seperti kami. Ya itulah sifat yahudi. Mau menang sendiri.
يَغْفِرُ لِمَن يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَن يَشَاءُ
Allah mengampuni orang-orang yang bertaubat dari kesalahannya dan tidak mengulangi lagi kesalahan tersebut serta mengazab orang-orang yang tidak bertaubat dari kesalahannya serta mati dalam keadaan tersebut. Dikatakan maknanya adalah seseorang tersebut diberi petunjuk kejalan yang benar kemudian Allah mengampuni mereka dan mematikan orang yang dikehendakinya dalam keadaan kafir maka Allah mengazabnya. Mungkin dapat juga kalimat ini dikatakan sebagai “ancaman serta hiburan”. Mengancam tetapi dengan memberikan solusi dengan pilihan yang lain. Disini juga terdapat isyarat halus seakan-akan Allah mengatakan “Bertaubatlah sebelum terlambat” atau seperti kata orang “Sholatlah sebelum disholatkan”.
وَلِلّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا
Sebuah kesempunaan penolakan terhadap pernyataan mereka. Bahwa pernyataan mereka tidak mempengaruhi kekuasaan Allah sedikitpun. Bahwa sesungguhnya Dialah pemilik sejati alam semesta. Mengatur atas kehendak dan hikmahnya. Dialah pemilik sejati alam raya, mengadakan dan meniadakan, mematikan dan menghidupkan, memberi pahala atau mengazab. Maka darimana mereka bisa mendapatkan kepastian bahwa Allah pasti mengampuni mereka?
Ketika Allah menggunakan term السموات memberikan arti hakikat. Memang dzatnya betul-betul. Bukan hanya arah yang biasa terkandung dalam term السماء.
وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ
Dan hanya kepada Allah swt saja tempat kembali semua makhluq yang ada. Kembali kapada pemilik sejati bukan kepada selainnya. Maka setiap orang akan dibalas menurut amal perbuatannya. Jika baik amalnya, maka yang akan didapatkan diakhirat baik pula. Dan apabila jelek, tidaklah seseorang mendapatkan kecuali apa yang telah dia perbuat.
Ayat ini kalau boleh pemakalah katakan adalah sebuah ayat ancaman. Karena dari permulaan ayat menceritakan perihal yahudi dan nashrari sepaket dengan kekufuran mereka. Dilanjutkan dengan jadal dan diakhiri dengan kesemuanya akan kembali kepada Allah. Kalau difikirkan lebih lanjut, seakan ayat ini mengisyaratkan sebuah pelajan penting didalam hidup. Yaitu, ketawadduan, saling menghormati, tidak egois yang maunya benar sendiri. Hasbunallah.

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ayat 18 surat al-Maidah ini seakan-akan memberikan pencerahan bagi kita akan pentingnya rasa rendah hati, tidak mengklaim paling baik dan benar sendiri. Meninggalkan strata sosial, mengedepankan toleransi sesama bahwa setiap manusia mempunyai hak yang sama didalam hidup. Dengan metode jadal yang mengena dihati, mudah dicerna oleh nalar, hingga meninggalkan kesan yang positif untuk para pencari Tuhan yang sejati.
Ayat ini berkisar tentang kisah Yahudi dan Nasrani bersama sifat-sifat mereka. Suatu gambaran umum bahwa yang bersifat seperti mereka adalah golongan mereka walau dari segi aqidah bukan dari golongan mereka. من تشبه بقوم فهو منهم.
Allah Swt sebagai pemilik otoritas tertinggi diatas semua makhluk-Nya, Pemilik jagat raya, berkuasa untuk mengampuni atau mengazab, mematikan atau menghidupkan, semua atas kehendak dan menurut hikmah-Nya. Dan semuanya akan kembali pada-Nya.







B. DAFTAR PUSTAKA
Al-Tabarī Muhammad b. Jarīr Abū Ja‘far " Jāmi‘ al-Bayān ‘an Ta'wīl Āy al-Qur'ān, ( Mesir: Mus (1968),
Wahbah al-Zuhaylī, al-Tafsīr al-Munīr fi al-‘Aqīdah wa al-Syarī‘ah wa al-Manhaj, (Beirut: Dār al-Fikr al-Mu‘ās, 1991)
Al-Alūsīy, Syihāb al-Dīn al-Sayyid Mahmud Abū al-Fad al-Baghdādī, Rūh al-Ma‘ānī fī Tafsīr al-Qur'ān al-'Azīm wa al-Sab‘ al-Mathānī, (Beirut: Dār al-Fikr)
Al-Zarkasyhî Badr al-Dîn Muhammad, al-Burhân fî ‘Ulûm al-Qur`ân (Beirût: Dâr al-Kutub al-‘Ilmîyah, 1408/1988)
Ar-Razi Fakhruddin, Mafatih al-Ghaib min al-Qur'an al-Karim/Tafsir al-Fakh al-Razi, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2000)
al-Bagdady , 'Alauddin 'Ali bin Muhammad bin Ibrahim, Tafsir al-Khozin, Maktabah as-Syamilah, Juz 1
Ibnu ‘Asyur, Muhammad Thahir, At-Tahrir wat Tanwir, Maktabah As-Syamilah, Juz 6
Al-Zamakhsyari, Abu al-Qashim Mahmud bin Umar, Maktabah as-Syamilah, Juz 1

Jumat, 13 November 2009

Yang Kurindu

Kurindukan………
Sekuntum mawar dalam sebuah harapan
Mekar di pagi hari menyambut datangnya mentari
Semerbak sepanjang hari tuk meramaikan suasana taman hati
Tak layu di malam hari bersama purnama yang menerangi bumi

Kurindukan………
Sekuntum mawar dalam genggaman
Kelopaknya bukan gemerlap materi tapi kasih sayang Ilahi
Mahkotanya bukan kilauan intan permata tapi cahaya pekerti
Duri-durinya bukan kesombongan tapi pembenteng diri

Kurindukan………
Sekuntum mawar dalam keindahan
Dalam kemuliaan abadi
Dalam kesucian kasih Ilahi
Dalam kemurnian cinta hakiki

Kurindukan…………
Sekuntum mawar dalam keinginan
Sebagai teman sepanjang zaman

Kurindukan……..
Sekuntum mawar dalam lantunan do'a
Kelak kan hadir di depan mata

Sabtu, 07 November 2009

TAFSIR SURAT AL-KAHFI AYAT 66 TENTANG SUBYEK PENDIDIKAN

Pendahuluan
Manusia diciptakan oleh Allah SWT tidak lain adalah untuk menyembah Kepada-Nya sekaligus sebagai khalifah di muka bumi ini. Oleh karena itu, manusia diciptakan lebih sempurna daripada makhluk lainnya dengan dibekali akal, pikiran, dan hati.
Tugasnya sebagai khalifah adalah melestarikan dan memanfaatkan segala apa yang ada di muka bumi ini untuk kemakmuran umat manusia. Oleh karena itu, manusia memerlukan ilmu pengetahuan. Dalam pandangan Islam menuntut ilmu itu sangat diwajibkan kepada pemeluknya.
Ilmu pengetahuan dapat diperoleh dari adanya pendidikan. Pendidikan itu tidak akan terjadi apabila tidak ada komponen-komponen yang sangat berkaitan dengan pendidikan tersebut, di antaranya adalah pendidik (subyek pendidikan), anak didik (obyek pendidikan), materi pendidikan, media pendidikan, dan lain sebagainya. Namun, yang akan saya bahas dalam makalah ini adalah tentang subyek pendidikan yang diilhami dari cerita Nabi Musa as dengan al-Khidir.

Pembahasan
TAFSIR SURAT AL-KAHFI AYAT 66 TENTANG SUBYEK PENDIDIKAN

A.Bunyi Ayat dan Terjemahannya
    •       
Artinya: " Musa berkata kepadanya, "Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku (ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadi) petunjuk?". (QS al-Kahfi:66).


B. Tafsiran Ayat
Dalam buku tafsir yang dikarang oleh Tim penafsir UII Yogyakarta, ayat ini menyatakan bahwa maksud Nabi Musa as datang kepada al-Khidir, yaitu untuk berguru kepadanya. Nabi Musa as memberi salam kepada al-Khidir seraya berkata, "Saya adalah Musa". Al-Khidir bertanya kepadanya (Nabi Musa as), "Musa dari Bani Isra'il?". Musa menjawab, "Ya benar!". Maka al-Khidir memberi hormat kepadanya seraya berkata, "Apa keperluannmu datang kemari?". Nabi Musa as menjawab, bahwa beliau datang kepadanya supaya diperkenankan mengikutinya dengan maksud supaya al-Khidir mau mengajarkan kepadanya sebagian ilmu yang telah Allah ajarkan kepada al-Khidir itu, yaitu ilmu yang bermanfaat dan amal yang shaleh.
Dalam ayat ini Allah menggambarkan secara jelas sikap Nabi Musa as sebagai calon murid kepada calon gurunya dengan mengajukan permintaan berupa bentuk pertanyaan, itu berarti Nabi Musa as sangat menjaga kesopanan dan merendahkan hati. Beliau menempatkan dirinya seorang yang bodoh dan mohon diperkenankan mengikutinya supaya al-Khidir sudi mengajarkan sebagian ilmu yang telah Allah berikan kepadanya.
Sedangkan di dalam tafsir al-Mishbah karangan Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab dijelaskan bahwa ucapan Nabi Musa as terhadap al-Khidir tersebut sangat halus. Beliau tidak menuntut untuk diajar tetapi permintaannya diajukan dalam bentuk pertanyaan, "Bolehkah aku mengikutimu?". Selanjutnya, beliau menamai pengajaran yang diharapkannya itu sebagai ikutan, yakni beliau menjadikan diri beliau sebagai pengikut dan pelajar. Beliau juga menggarisbawahi kegunaan pengajaran itu untuk dirinya secara pribadi, yakni untuk menjadi petunjuk baginya. Di sisi lain, beliau mengisyaratkan keluasan ilmu hamba yang shaleh itu sehingga Nabi Musa as mengharap kiranya dia mengajarkan sebagian dari apa yang telah diajarkan kepadanya. Dalam konteks itu Nabi Musa as tidak menyatakan "apa yang engkau ketahui wahai hamba Allah" karena beliau sepenuhnya beliau sadar bahwa ilmu pastilah bersumber dari satu sumber, yakni dari Allah Yang Maha Mengetahui. Memang, Nabi Musa as dalam ucapannya itu tidak menyebut nama Allah sebagai sumber pengajaran karena hal tersebut telah merupakan aksioma bagi manusia beriman. Di sisi lain, di sini kita menemukan hamba yang shaleh itu juga penuh dengan tata karma. Beliau tidak langsung menolak permintaan Nabi Musa as, tetapi menyampaikan penilaiannya bahwa nabi agung itu tidak akan bersabar mengikutinya sambil menyampaikan alas an yang sungguh logis dan tidak menyinggung perasaan tentang ketidaksabaran tersebut.
C. Penjelasan
Agama Islam yang dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW tidak lain adalah sebagai rahmatan li al-'Alamin (rahmatan bagi seluruh alam) dan diutusnya Nabi Muhammad SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Dengan demikian tentunya agama Islam sangat memperhatikan aspek akhlak di mana pun, kapan pun, dan bagaimana pun, baik itu pada aspek ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan, dan aspek lainnya. Namun, yang akan saya paparkan dalam makalah ini adalah betapa pentingnya memperhatikan etika-etika yang baik dalam aspek pendidikan.
Pendidikan secara umum adalah sebuah proses transfer ilmu dari satu pihak ke pihak lain atau dari generasi yang satu ke generasi yang lain secara bertahap yang memiliki tujuan yang absah dan bernilai. Tujuan dasar pendidikan itu sendiri adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri seorang murid. Sedangkan tujuan akhirnya adalah menghambakan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa agar bahagia di dunia dan di akhirat.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah proses transfer ilmu (ajaran Islam) dari satu pihak ke pihak lain atau dari satu generasi ke generasi lain yang memiliki tujuan dasar yaitu perubahan tingkah laku pada diri seorang murid dan memiliki tujuan akhir, yakni menghambakan diri kepada Allah SWT untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Kembali ke pokok bahasan ayat ini, penafsiran ayat di atas kurang lebihnya dapat dijelaskan, di antaranya adalah mengenai etika interaksi seorang pendidik dengan anak didiknya. Pendidik dan anak didik adalah komponen dasar dari sebuah pendidikan karena sangatlah mustahil pendidikan akan terjadi apabila salah satu dari komponen dasar tersebut tidak ada.
Pendidik dan anak didik keduanya memiliki tugas atau kewajibannya masing-masing. Seorang pendidik berkewajiban untuk mengajarkan ilmunya kepada anak didik, sedangkan anak didik berkewajiban menuntut ilmu dari seorang pendidik. Karena peran seorang pendidik sangat besar terhadap anak didiknya, maka seorang anak didik harus menghormatinya.Dari sinilah terlihat bahwa penghoramatan terhadap seorang pendidik termasuk bagian dari aspek akhlak (etika). Penghoramatan seorang anak didik terhadap seorang pendidiknya telah dicontohkan oleh Nabi Musa as terhadap al- Khidir. Di antara bentuk-bentuk penghormatan Nabi Musa as terhadap al- Khidir adalah berbicara dengan lemah lembut, tidak banyak bicara, dan menganggap al-Khidir lebih tahu daripada dirinya.
Dari gambaran kisah tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa ada beberapa bentuk penghoramatan seorang anak didik terhadap seorang pendidiknya yang harus diperhatikan dan diterapkan oleh seorang anak didik, sebagaimana yang terdapat dalam kitab Ta'lim Muta'alim karangan Syaikh Ibrahim bin Ismail, di antaranya adalah:
1.Jangan berjalan di muka seorang pendidik
2.Jangan menduduki tempat duduk seorang pendidik
3.Jangan mendahului bicara di hadapan gurunya kecuali dengan izinnya
4.Jangan banyak bicara di hadapan guru
5. Jangan bertanya sesuatu yang membosankannya
6.Jika berkunjung pada guru harus menjaga waktu, dan jika guru belum keluar maka jangan mengetuk-ngetuk pintu, tapi bersabarlah hingga guru itu keluar
7.Selalu memohon keridhaannya
8.Menjauhi hal-hal yang menimbulkan kemarahan guru
9. Melaksanakan perintah guru asal bukan perintah maksiat
10. Menghormati dan memuliakan anak-anak, famili dan kerabat gurunya
Selain itu intisari dari ayat tersebut di antaranya adalah bahwa seorang murid harus mempunyai tekad yang tinggi dan bersungguh-sungguh terhadap apa yang akan dipelajarinya, mengapa demikian? Karena dengan tekad yang tinggi dan usaha yang sungguh-sungguh maka apa yang ia cita-citakan akan tercapai seperti apa yang telah diucapkan oleh para 'Ulama, "Barangsiapa yang bersungguh-sungguh maka ia akan berhasil".
Seorang pendidik hendaknya menuntun anak didiknya dan memberi tahu kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi dalam menuntut ilmu, dan mengarahkannya untuk tidak mempelajari sesuatu jika sang pendidik mengetahui bahwa potensi anak didiknya tidak sesuai dengan bidang ilmu yang akan dipelajarinya. Di sinilah peran guru sangat penting sebagai penuntun bagi anak didiknya dan sebagai teladan bagi anak didiknya karena tujuan dasar dari pendidikan, yakni perubahan tingkah laku anak didik, salah satunya adalah tergantung dari pendidiknya. Jika pendidiknya memberikan teladan yang baik maka anak didiknya akan mengikutinya, begitu juga sebaliknya jika pendidiknya memberikan teladan yang tidak baik maka anak didiknya akan mengikutinya.
Perlu dijelaskan kembali bahwa seorang pendidik tidak hanya memberikan teladan yang baik bagi anak didiknya saja melainkan menuntun anak didiknya. Dalam hal ini seorang tokoh pendidikan Indonesia yang juga disebut sebagai "Bapak Pendidikan" Indonesia Ki Hajar Dewantara berkata dalam sebuah ungkapannya yang terkenal:
Ing Ngarso Sung Tulodo
Ing Madyo Mangun Karso
Tut Wuri Handayani
Di depan harus memberikan teladan yang baik, di tengah harus membangun semangat yang tinggi, dan di belakang harus menuntun ke arah yang baik. Begitu kiranya arti dari ungkapan Ki Hajar Dewantara tersebut untuk dapat diterapkan oleh seorang pendidik.
Begitu juga keinginan menuntut ilmu timbul bukan atas tuntutan orang lain termasuk tuntutan dari seorang guru akan tetapi timbul atas tuntutan pribadi karena hal ini akan memupuk sikap bertanggungjawab atas dirinya sendiri, hal ini telah dicontohkan oleh Nabi Musa as seperti yang telah disebutkan di atas.
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan dikenai taklif yang menuntutnya untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah ia kerjakan selama hidup di dunia, maka orientasi dari pendidikan itu adalah mencetak manusia yang bertanggungjawab secara individual maupun secara sosial.

Kesimpulan
Pendidikan adalah suatu proses transfer ilmu dari satu pihak ke pihak lain atau dari satu generasi ke generasi lain yang mempunyai tujuan dasar yaitu terjadinya perubahan tingkah laku anak didik dan tujuan akhir yaitu menghambakan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam pendidikan terjadi proses interaksi antara pendidik dan anak didik. Dalam interaksi inilah tentunya ada aturan-aturan (etika-etika) sendiri dalam Islam seperti apa yang terdapat dalam al-Qur'an dan as-Sunnah. Etika-etika tersebut tentunya mengatur bagaimana cara interaksi yang baik antara pendidik dengan anak didik, seperti bagaimana seorang murid berbicara kepada seorang gurunya, bagaimana adab ketika belajar, dan sebagainya.
Pendidik harus memahami potensi anak didiknya agar pelajaran yang hendak diajarkan sesuai dengan tingkat kematangan (maturasi) anak didiknya. Pendidik dan anak didik harus mempunyai tekad yang kuat dan usaha yang sungguh-sungguh. Selain itu, bagi anak didik keinginan untuk menuntut ilmu adalah timbul dari kenginannya sendiri agar dapat memupuk rasa tanggungjawab karena pada hakikatnya manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa tidak lain adalah untuk menghambakan diri kepada-Nya dan dari sinilah manusia dikenai taklif yang harus ia tanggungjawabkan nanti di hadapan-Nya.

Daftar Pustaka
Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya. Jakarta: PT Syamil Cipta Media, 2005.
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah Edisi Baru Vol. VII. Jakarta: Lentera Hati, 2009. Cet. I.
Team Penafsir UII, Al-Qur'an dan Tafsirnya. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf, tt.
Bin Ismail, Syeikh Ibrahim, Syarh Ta'lim Muta'alim. Penerjemah Drs. M. Ali Chasan Umar. Semarang: PT Karya Toha Putra, 1993.

Jumat, 06 November 2009

Hati Potensi Berharga yang Harus Dijaga


Hati Potensi Berharga yang Harus Dijaga

Secara umum manusia memiliki 3 potensi penting. Potensi pertama adalah potensi fisik, sehingga jika kita mampu mengelola fisik dengan baik, insya Allah kita akan menjadi manusia yang kuat dan produktif. Bahkan Islam sangat menganjurkan agar kita memiliki fisik yang sehat. Almu'minuni qowiyyu, mu'min yang kuat lebih baik dan lebih disukai oleh Allah daripada mu'min yang lemah.

Dalam catatan sejarah, sampai usia 6 tahun Nabi Muhammad Saw memiliki tubuh yang benar-benar atletis. Beliau memulai peperangan pada usia 53 tahun. Dan tentu saja, perang zaman dulu tidak perang seperti zaman sekarang. Ketika itu Rasulullah Saw memakai baju besi hingga dua lapis dan mengarungi padang pasir sejauh ratusan kilometer. Itu artinya fisik beliau sangat prima.

Akan tetapi, ternyata tidak selamanya orang yang berfisik baik itu mulia sebagaiaman kemuliaan Rasulullah. Bahkan tidak jarang manusia yang berbadan bagus malah menjadi hina akibat keindahan fisiknya. Wanita bertubuh bagus tidak identik dengan wanita yang mulia, malah tidak sedikit wanita berbadan bagus menjadi turun derajatnya karena dia gemar memamerkan tubuhnya. Di sisi lain ada juga orang yang gara-gara badannya bagus menjadi stress karena takut jadi tidak bagus. Setiap hari waktunya habis untuk memikirkan badannya. Ikut senam, diet dan membeli bermacam-macam obat supaya tubuhnya tetap bagus. Secara tidak langsung orang seperti ini justru tersiksa dengan keindahan tubuhnya.

Sekali lagi, kita memang harus meningkatkan potensi fisik, namun potensi ini tidak identik dengan kemuliaan seseorang, jika tidak mampu menjaganya dengan hati-hati.

Potensi yang kedua adalah akal. Kita dikaruniai akal oleh Allah dan akal inilah yang membedakan kita dengan makhluk Allah lainnya. Dengan akal kita dapat memikirkan ayat-ayat Allah di alam ini sehingga kita dapat mengelola dan mengolahnya menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan.

Kendati demikian, potensi akal juga bukanlah potensi yang dapat menentukan mulia atau tidaknya seorang manusia. Di Indonesia ini begitu banyak orang yang pintar, tapi mengapa Indonesia masuh juga terpuruk? Setiap tahun puluhan ribu sarjana dikeluarkan oleh kampus-kampus yang ternama. Tapi mengapa korupsi masih juga merajalela? Rasanya kecil kemungkinan kalau korupsi itu dilakukan oleh orang-orang yang bodoh. Bagaiamana tidak? Uang negara, uang rakyat yang dikuras jumlahnya bukan hanya dalam bilangan jutaan atau miliaran, tapi juga triliunan rupiah. Kalau orang bodoh rasanya dia tidak akan kuat berpikir jauh-jauh seperti itu. Artinya pintar tidak identik dengan kemuliaan. Jika tidak hati-hati, mempunyai anak pintar juga tidak selalu identik dengan kebahagiaan. Ada yang anaknya pintar sementara orang tuanya hanya lulusan SD atau SMP, malah jadi menghina orang tuanya.

Demikianlah memang. Badan yang kuat tidak selalu menggambarkan kemuliaan, akal pikiran yang pintar juga tidak selalu membuat oang menjadi mulia. Jadi apa sih yang bisa membuat orang mulia?

Inilah potensi ketiga yang ada pada diri manusia yang tidak setiap orang mampu menjaga serta mengembangkannya. Dialah yang dinamakan hati. Hati inilah potensi yang bisa melengkapi otak cerdas dan badan kuat menjadi mulia. Dengan hati yang hidup inilah orang yang lumpuh pun bisa menjadi mulia, orang yang tidak begitu cerdas pun dapat menjadi mulia. Ada sebuah syair yang mungkin bisa menggambarkan betapa hati bisa sangat berpengaruh pada kehidupan seseorang.

"Bila hati kian bersih, pikiran pun selalu jernih, semangat hidup kan gigih, prestasi mudah diraih; Tapi bila hati busuk, pikiran jahat merasuk, akhlaqpun kan terpuruk, dia jadi makhluk terkutuk. Bila hati kian lapang, hidup susah tetap tenang, walau kesulitan menghadang, dihadapi dengan tenang; Tapi bila hati sempit, segalanya jadi rumit, seakan hidup terhimpit, lahir batin terasa sakit".

Masya Allah, andaikan hati kian bersih tentu akan nikmat sekali menjalani hidup ini. Kalau hati kita ini bersih dan sehat, maka pikiran pun bisa menjadi cerdas. Kenapa? Karena tidak ada waktu untuk berpikir licik, dengki atau keinginan untuk menjatuhkan orang lain. Sebab, kalau tidak hati-hatibenar maka hidup kita itu sangat melelahkan. Sekali saja kita tidak suka kepada seseorang, maka lambat laun kebencian itu akan memakan waktu, produktivitas dan memakan kebahagiaan kita, kita akan lelah memikirkan orang yang kita benci.

Karenanya bila hati kita bersih, maka pikiran bisa menjadi jernih. Tidak ada waktu buat iri, semua input kan masuk dengan mudah, karena tidak ada ruang untuk meremehkan siapa pun. Akibatnya kita akan memiliki akses data yang sangat tinggi, akses informasi yang benar-benar melimpah, akses ilmu yang benar-benar meluas, ujungnya akan mampu mengambil ide-ide yang cemerlang dan gagasan-gagasan yang jitu.

Berbeda dengan orang yang sombong, dia akan merasa bahwa dirinyalah yang paling tahu semua hal. Akibatnya, dia tidak pernah mau mendengar masukan dari orang lain. Padahal setiap orang tentu memiliki kelemahan. Dan untuk memperbaiki kelemahan itulah kita membutuhkan koreksi dan masukan dari orang lain.

Dengan kebersihan hati, insya Allah, otak akan lebih cerdas, ide lebih brilian, gagasan lebih cemerlang. Orang yang bersih hati itu punya kemampuan berpikir lebih cepat dari orang lain. Namun orang yang kotor hatinya, cuma akan berjalan di tempat. Dia kan sibuk memikirkan kekurangan orang lain, yang ada dalam pikirannya hanyalah kejelekan orang. Hatinya akan menjadi sempit.

Coba perhatikan jika ada anjing, kerbau, atau ada ular, di lapangan yang sangat luas, tentunya relatif tidak akan menjadi masalah. Apa lagi jika lapangannya teramat sangat luas, sebab ruang untuk bergerak jauh lebih leluasa. Tapi apa bila kita sedang da di kamar mandi, lalu muncul seekor tikus saja, pasti akan menjadi masalah. Kita tidak akan nyaman, jijik, atau malah ketakutan. Artinya bagi orang-orang yang berhati sempit, perkara kecil saja bisa menjadi masalah besar, apalagi perkara yang benar-benar besar.

Jika hati bersih maka wajah pun akan memancarkan kecerahan dan penuh keramahan. Bahkan Nabi Muhammad Saw juga demikian. Beliau tidak pernah berjumpa dengan oang lain kecuali dalam keadaan tersenyum cerah. Senyum yang penuh keikhlasan memang sangat bernilai besar, karena selain menjadi shadaqah juga akan menyehatkan tubuh. Bahkan menurut para ahli, senyum itu hanya menggunakan 17 otot, sedangkan cemberut 32 otot, makanya orang yang sering cemberut akan mengalami kelelahan otot.

Dalam berbicara pun kita harus sangat berhati-hati, sebab tak jarang melalui tutur kata, akan terlihat derajat seseorang. Sebab mulut ini ibarat teko yang mengeluarkan isinya. Jika di dalamnya berisi kopi tentu yang keluar juga kopi, tapi jika isinya air yang bening pasti keluar air yang bening. Orang yang berkualitas itu, jika berbicara ada struktur dan cirinya. Kalau dia berbicara yang keluar adalah ide atau gagasan, hikmah, solusi, ilmu dan zikir, sehingga pembicaraannya senantiasa bermanfaat. Kalau bunyi itu efektif. Semakin banyak omongan sia-sia, maka semakin turun kualitas orang itu, padahal ciri-ciri kualitas keislaman orang itu dilihat bagaimana kesanggupan menahan diri dari sesuatu yang sia-sia. Kalau kita selalu berusaha mengendalikan hati, detak jantung normal, wajah cerah, lisan enak, dan badan sehat. Lebih dari itu bergaul dengan siapa pun akan menyenangkan.

Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita untuk mengenal potensi yang termahal dari hidup kita, yaitu hati kita sendiri. Hidupkan hati dengan memperbanyak ilmu, memperbanyak ibadah, dan zikir. Ladang untuk berkarya teramat luas, hiduplah dengan menjaga kebersihan hati, insya Allah hidup ini menjadi lebih indah dan penuh makna.

Hati adalah amanah yang harus dijaga dengan penuh kesungguhan. Kita tidak bisa mengatur dan menata hati, kecuali dengan memohon pertolongan Allah agar Dia selalu menjaga hati kita. Hati adalah pangkal kehidupan. Jika Allah memberi hati kita yang bening, kita akan banyak mendapat keuntungan dan bisa menjadi apa saja sesuai dengan keinginan. Bisnis bisa menjadi lancar dan sukses, menjadi pemimpin yang dicintai, suami yang dihormati, ayah yang disegani, menjadi apa pun bisa terwujud jika akhlak kita mulia di sisi Allah. Dan kuncinya adalah Qalbun Salim, yaitu hati yang selamat, selamat dari segala kebusukan. Sebab kesuksesan dan kemuliaan hanyalah milik orang-orang yang berhati bersih. Semoga kita termasuk di dalamnya. Amin.Wallahu a'lam bishowab

PACARAN !!!

Pada pembahasan sesion ini kita akan mengangkat masalah pacaran. Pacaran yang sudah merupakan fenomena mengejala dan bahkan sudah seperti jamur dimusim hujan menjadi sebuah ajang idola bagi remaja . Cinta memang sebuah anugerah, cinta hadir untuk memaniskan� hidup di dunia apalagi rasa cinta kepada lawan jenis, sang pujaan hati atau sang kekeasih hati menjadikan cinta itu begitu terasa manis bahkan kalo orang bilang bila orang udah cita maka empedu pun terasa seperti gula. Begitulah cinta, sungguh hal yang telah banyak menjerumuskan kaum muslimin ke dalam jurang kenistaan manakala tidak berada dalam jalur rel yang benar. Mereka sudah tidak tahu lagi mana cinta yang dibolehkan dan mana yang dilarang.

Kehidupan seorang muslim atau muslimah tanpa pacaran adalah hambar, begitulah kata mereka. Kalau dikatakan nggak usah kamu pacaran maka serentak ia akan mengatakan " Lha kalo nggak pacaran, gimana kita bisa ngenal calon pendamping kita ?". kalo dikatakan pacaran itu haram akan dikatakan, " pacaran yang gimana dulu.". Beginilah keadaan kaum muda sekarang, racun syubhat, dan racun membela hawa nafsu sudah menjadi sebuah hakim� akan hukum halal-haram, boleh dan tidak. Tragis memang kondisi kita ini, terutama yang muslimah. Mereka para muslimah kebanyakan berlomba-lomba untuk mendapatkan sang pacar atau sang kekasih, apa sebabnya, " Aku takut nggak dapat jodoh ". Muslimah banyak ketakutannya tentang calon pendamping, karena mereka tahu bahwa perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 1 : 5. Tapi apakah jalan pacaran sebagai penyelesaian ? Jawabnya Tidak. Bagaimana bisa, kita ikuti selengkapnya pembahasan ini sebagai berikut, ( diambil dari buku Pacaran dalam Kacamata Islam karya Abdurrahman al-Mukaffi)

Dikatakan beliau bahwa� pacaran dikategorikan sebagai nafsu syahwat yang tidak dirahmati oleh Allah, karena ketiga rukun yang menumbuhkan rasa cinta menyatu di luar perkawinan. Hal ini dilakukan dengan dalih sebagai suatu penjajakan guna mencari partner yang ideal dan serasi bagi masing-masing pihak. Tapi dalam kenyataannya masa penjajakan ini tidak lebiih dimanfaatkan sebagai pengumbaran nafsu syahwat semata-mata, bukan bertujuan secepatnya untuk melaksanakan perkawinan

Hal ini tercermin dari anggapan mereka bahwa merasakan ideal dalam memilih partner jika ada sifat-sifat sebagai berikut :

1.

Mereka merasa beruntung sekali jika selalu dapat berduaan, dan berpisah dalam waktu pendek saja tidak tahan rasanya. Dan keduanya merasa satu sama lain saling memerlukan.
2.

Mereka merasa cocok satu sama lainnya. Karena segala permasalahan yang sedang dihadapi dan dirasakan menjadi masalah yang perlu dicari pemecahannya bersama. Hal ini dimungkinkan karena mereka satu dengan lainnya merasa dapat mencapai saling pengertian dalam seluruh aspek kehidupannya.
3.

Mereka satu sama lain senantiasa berusaha sekuat tenaga untuk menuruti kemauan sang kekasih. Hal ini dimungkinkan karena perasaan cinta yang telah tumbuh secra sempurna dengan pertautan yang kuat.

Tapi tanpa disadari, pacaran itu sendiri telah melambungkan perasaan cinta maki tinggi. Di sisi lain pacaran menjurus pada hubungan intim yang merusak cinta, melemahkan dan meruntuhkannya. Karena pada hakekatnya hubungan intim dalam pacaran adalah tujuan yang hendak dicapai dalam pacaran. Oleh karena itu orang yang pacaran selalu mendambakan kesyahduan. Dengan tercapainya tujuan tersebut kemungkinan tuntutannya pun mereda dan gejolak cintanya melemah. Hingga kebencian menghantui si bunga yang telah layu, karena si kumbang belang telah menghisap kehormatan secara haram.

Cinta Sejati Menurut Islam

1.Tidak rela yang dicintai menderita
2. Rela berkorban apapun demi yang dicintai
3.Memenuhi segala keinginan dari yang dicintai
4.Tidak pernah memaksakan kehendak kepada yang dicintai
5. Berlaku sepanjang masa

Cinta tersebut hanya ada antara Khalik dan Makhluk, cinta antara makhluk harus ditambah syarat-syarat berikut:

6. Cintanya tersebut karena Alloh S. W. T.
7. Harus memenuhi segala aturan yang dibuat oleh Alloh S. W. T.
8. Sex bukanlah cinta dan cinta bukanlah sex, tetapi sex adalah bunga-bunga dari cinta dan hanya ada dalam pernikahan dan hanya dengan yang dinikahi
9. Cinta bukan uang atau harta atau duniawi, tetapi cinta membutuhkan uang, harta dan duniawi.

Senin, 02 November 2009

Renungan Nilai-nilai Feminisme dan Nilai-nilai Nasionalisme


Renungan Nilai-nilai Feminisme dan Nilai-nilai Nasionalisme
Oleh: Abu Masykur Hakeem
Akhir-akhir ini Indonesia diguncang kembali dengan pemberitaan atas kasus penganiayaan terhadap TKW di Malaysia hingga akhirnya meninggal dunia. Seorang TKW tersebut bernama Muntik yang berasal dari daerah di Jawa Timur. Kasus penganiayaan tersebut bukanlah yang pertama kali terjadi, namun sebelum-sebelumnya sudah sering terjadi.
Kasus-kasus sebelumnya di antaranya adalah kasus Manohara Odelia Pinoti yang mendapat perlakuan tidak manusiawi dari suaminya sendiri Tengku Mohammad Fakhry, kasus Siti Hajar seorang TKW di Malaysia yang mendapatkan perlakuan tidak manusiawi dari majikannya, dan masih banyak lagi kasus sama yang tidak mungkin saya sebutkan semuanya di sini. Ironisnya, mengapa yang menjadi sasaran empuknya adalah orang-orang Indonesia, ada apa di balik itu semua? Bukankah segala tindakan kejahatan itu sangat ditentang, apalagi dilakukan terhadap kaum hawa yang secara fisik lemah.
Tidak hanya kasus TKI saja yang menjadikan adanya ketegangan antara bangsa kita dengan bangsa Malaysia, akan tetapi kasus pengklaiman budaya Indonesia oleh Malaysia seperti batik, reog Ponorogo, dan lain sebagainya, dan masalah pelanggaran kedaulatan oleh tentara Malaysia yang berlayar di perairan Ambalat juga menjadi kasus yang menegangkan bangsa kita dengan bangsa Malaysia.
Andaikan mereka (bangsa Malaysia) tahu bahwa secara historis bangsa Indonesia dengan bangsa Malaysia adalah satu rumpun yaitu "melayu" yang seharusnya saling menghormati dan menghargai atas dasar "kesamaan" tersebut. Lantas apakah yang dilakukan oleh bangsa Malaysia itu adalah suatu tindakan pelecehan terhadap bangsa kita?
Kasus-kasus di atas menurut penulis memberikan sinyal kepada kita sebagai bangsa Indonesia untuk introspeksi diri bahwa sudahkah kita melawan berbagai bentuk penindasan terhadap kaum perempuan? Dan sudahkah kita memperjuangkan harga diri bangsa ini dari keterinjakkan bangsa lain?. Pertanyaan ini perlu diresapi dengan sedalam-dalamnya?
Pertama, pentingnya menanamkan sikap kepedulian kepada kaum perempuan (feminisme). Sikap ini dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, di antaranya adalah menghargai eksistensi perempuan, memberdayakan perempuan, memotivasi perempuan untuk berkarya secara inovatif, dan lain sebagainya yang mengarah kepada penghargaan terhadap kaum perempuan.
Kita tahu bahwa Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan agar saling mengenal, ada laki-laki dan ada perempuan. Keduanya memiliki hak yang sama dan keduanya harus saling mengisi, tanpa keduanya kehidupan manusia tidak akan ada. Oleh karena itu, segala bentuk tindakan yang mengintimidasi kaum perempuan adalah bentuk dari pengingkaran atas kodrat Tuhan.
Segala tindakan yang sifatnya intimidasi dari kacamata hukum positif (positive law) dan hukum Islam (Islamic Law) adalah merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Persfektif hukum positif, setiap pelanggaran atas Hak Asasi Manusia (HAM) harus ditindak secara tegas dan diproses secara hukum. Sedangkan persfektif hukum Islam, bahwa segala tindakan mendhzalimi orang lain sangat dibenci oleh Tuhan dan lebih kasar lagi bagi pelakunya harus dibalas setara dengan tindakan tersebut, sebagaimana yang dijelaskan dalam surat al-Ma’idah ayat 45:
$oYö;tFx.ur öNÍköŽn=tã !$pkŽÏù ¨br& }§øÿ¨Z9$# ħøÿ¨Z9$$Î/ šú÷üyèø9$#ur Èû÷üyèø9$$Î/ y#RF{$#ur É#RF{$$Î/ cèŒW{$#ur ÈbèŒW{$$Î/ £`Åb¡9$#ur Çd`Åb¡9$$Î/ yyrãàfø9$#ur ÒÉ$|ÁÏ% 4 `yJsù šX£‰|Ás? ¾ÏmÎ/ uqßgsù ×ou‘$¤ÿŸ2 ¼ã&©! 4 `tBur óO©9 Nà6øts† !$yJÎ/ tAt“Rr& ª!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqßJÎ=»©à9$# ÇÍÎÈ
Artinya: “Dan kami Telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (at Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim”. (QS al-Ma’idah: 45)

Dan yang kedua, pentingnya menanamkan sikap kepedulian terhadap tanah air (nasionalisme). Sedangkan nilai-nilai nasionalisme dapat diwujudkan dengan sikap mencintai tanah air, mematuhi UU yang berlaku di Indonesia, menghormati dan meneruskan cita-cita para pendiri bangsa Indonesia yakni mempertahankan tanah air ini, dan lain sebagainya.
Masing-masing negara mempunyai yurisdiksi hukum (kedaulatan hukum) yang harus dihormati oleh semua negara yang ada di dunia ini. Indonesia mempunyai yurisdiksi hukum dan Malaysia pun mempunyai yurisdiksi hukum, jadi kedua-duanya harus saling menghargai meski keduanya memiliki hukum yang berbeda.
Kita tahu bahwa setiap bangsa harus mempertahankan integritasnya masing-masing. Namun, permasalahannya adalah yang seperti apakah bentuk mempertahankan integritas bangsa itu? Tentunya, bentuk mempertahankan integritas bangsa itu adalah menghargai bangsanya sendiri dan menghargai bangsa lain, tidak melakukan perampasan wilayah bangsa lain, dan tidak melakukan klaim atas kepemilikan bangsa lain.
Perlu penulis sampaikan kembali bahwa penulis tidak bermaksud mem-black list Malaysia secara general, akan tetapi begitulah kenyataannya yang di alami bangsa Indonesia. Masalah Ambalat menjadi masalah yang serius karena bagaimana pun juga apabila masalah tersebut tidak secepatnya ditanggapi maka sedikit demi sedikit Malaysia akan terus melakukan intervensi terhadap bangsa Indonesia. Dari sinilah yang perlu kita camkan adalah betapa pentingnya menanamkan sikap nasionalisme dan patriotisme sebagai bentuk cinta tanah air.
Dari tinjauan hukum positif (positive law), sebuah bangsa memiliki hak untuk merdeka (independen). Oleh karena itu, segala bentuk tindakan mengintervensi terhadap bangsa lain adalah bentuk dari pelanggaran atas Hak Asasi Manusia (HAM) dan apabila hal itu dilakukan maka akan dikenai sanksi hukum yang berlaku secara regional maupun internasional. Sedangkan dari tinjauan Islam bahwa apabila sebuah bangsa mendapat intervensi dari bangsa lain, maka seluruh warga negaranya wajib membelanya selama pembelaannya itu dalam jalur kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan karena negara adalah amanah dari Tuhan Yang Maha Kuasa, sebagaimana qaul ulama:

حب الوطن من الايمان
Artinya: “Cinta tanah air adalah sebagian dari iman”

Kesimpulannya adalah dari berbagai peristiwa dan kasus yang telah dialami oleh bangsa Indonesia memiliki hikmah yang sangat penting untuk kita renungkan dan kita aplikasikan. Di antara hikmahnya adalah betapa pentingnya nilai-nilai feminisme dan nilai-nilai nasionalisme itu ditanamkan pada bangsa Indonesia dan sekaligus diperaktekkannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara agar terciptanya kehidupan yang aman, tenteram, dan damai. Nilai-nilai feminisme yaitu berkaitan dengan penghargaan atas eksistensi kaum perempuan karena perempuan adalah pondasinya negara dan nilai-nilai nasionalisme berkaitan dengan pembelaan terhadap tanah air Indonesia sebagai manifestasi cinta tanah air. Berarti menegakkan nilai-nilai feminisme sama artinya menegakkan nilai-nilai nasionalisme. Nilai-nilai tersebut (feminisme dan nasionalisme) memiliki substansi yang sangat tinggi yaitu mengimani takdir Tuhan dan menjalankan amanah Tuhan. Oleh karena itu, betapa pentingnya kedua nilai tersebut ditanamkan dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Insyaallah apabila kedua nilai tersebut dapat terealisasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, maka akan tercapailah kehidupan yang aman, tenteram, dan damai. Wa Allaahu ‘Alam bis Shawaab.